Sabtu 10 Aug 2019 20:18 WIB

Idul Adha Momentum Potong Bibit Kebencian

Sifat itu adalah sifat kebinatangan yang harus disembelih dan dibuang.

Ilustrasi kurban, Idul Adha
Foto: Republika /mgrol101
Ilustrasi kurban, Idul Adha

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Seluruh umat Muslim akan merasakan hari raya Idul Adha atau Idul Kurban. Hari raya ini ditandai dengan menyembelih hewan kurban, yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar.  Hari raya kurban ini menjadi momentum untuk saling berbagi antar umat Muslim.

Namun, di balik itu semua, hari raya kurban juga bisa dijadikan momentum untuk memotong bibit kebencian dan radikalisme, yang barangkali masih ada dalam diri kita masing-masing. Hal ini penting karena sifat saling membenci, sifat egois, fanatik bahkan  radikal saat ini masih ada dalam diri manusia masif terjadi. Sifat itu adalah sifat kebinatangan yang harus disembelih dan dibuang dalam diri manusia.

Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menjelaskan bahwa Idul Kurban di dalam Islam itu merupakan tradisi dalam Millah Ibrahim. Yang mana Millah itu adalah agama yang membentuk masyarakat. Dalam Millah Ibrahim itu sendiri, Ibrahim itu dikenal sebagai orang pertama berkurban dengan menyembelih hewan kurban.

“Dan sebenarnya itu juga ada makna simboliknya, dimana dulu sebelum Nabi Ibrahim, Kurban itu sebagai persembahan kepada Tuhan berwujud manusia. Contonya Agama Mesir kuno, kurban persembahan itu dengan menenggelamkan atau melempar gadis suci ke dalam Sungai Nil. Tradisi kurban dengan mengorbankan manusia itu amat sangat kuat di berbagai budaya. Tetapi Nabi Ibrahim telah merubah itu,” kata Hamim Ilyas di Yogyakarta, Sabtu (10/8).

Lebih lanjut Hamim menjelaskan, Nabi Ibrahim mengubah itu yang mana semula simbolnya yakni Nabi Ibrahim juga sudah mau menkurbankan putranya, Ismail, yang mana pisau sudah ditempelkan di leher. Tetapi kemudian diganti oleh Malaikat Jibril dengan domba. Itu menggambarkan bahwa Millah Ibrahim ini merupakan agama etis. Agama etis itu adalah agama yang mengajarkan Tuhan yang baik kepada manusia. Yang sebelumnya agama pada umumnya agama yang mengajarkan Tuhan yang jahat kepada manusia.

“Tuhan yang baik kepada manusia ini tidak mau disembah dengan mengorbankan manusia. Sehingga umat Islam ketika beribadah menyembah Tuhan, mengabdi kepada Allah itu tidak dengan mengorbankan manusia. Di antaranya dengan tidak melakukan radikalisme. Jadi filosofinya seperti itu,” ucap Hamim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement