REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Zain menyampaikan pentingnya pengetahuan tentang ayat sosiologis dan teologis. Pengetahuan akan hal itu dapat meningkatkan literasi keagamaan.
Zain berpandangan masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan ayat Alquran yang masuk dalam kategori teologis dan sosiologis. Sebagai contoh, kata dia, ada ayat yang sering kali dikutip dalam ceramah keagamaan. Misalnya, surah al-Baqarah ayat 120. Artinya, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).' Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."
"Terjemahan seperti itu sangat berbahaya jika tidak dipahami masyarakat Indonesia yang plural," kata Zain kepada Republika.co.id usai membuka Seminar dan Diseminasi Hasil Penelitian Tahun 2019 yang diselenggarakan Puslitbang LKKMO Kemenag di Bogor, Selasa (6/8).
Ia menjelaskan, ayat 120 dalam surah tersebut termasuk dalam kategori ayat sosiologis, bukan teologis. Sebab, ayat tersebut turun di Madinah untuk menyampaikan fakta bahwa sentra ekonomi dan pusat kekuasaan dahulu dikuasai oleh Yahudi dan Nasrani.
Kemudian, Islam masuk ke Madinah sebagai agama baru. Tiba-tiba, umat Islam menguasai ekonomi dan Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin tertinggi.
"Maka pantas Yahudi dan Nasrani cemburu kepada Islam, jadi ini (surah Al Baqarah ayat 120) ayat sosiologis, bukan ayat teologis. Kalau ini ayat teologis, kita perang terus nih," ujarnya.
Zain mengatakan, sebaliknya ada ayat teologis tapi malah dipahami secara sosiologis. Seperti surah Al Fath ayat 29. Potongan ayat tersebut artinya, Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Nabi adalah keras terhadap orang-orang kafir.
Ia menjelaskan, ayat 29 dalam surah Al Fath termasuk kategori ayat teologis. Artinya umat Islam harus tegas dalam hal akidah terhadap orang kafir. Maka tidak boleh umat Islam tawar menawar dalam hal akidah. "Lakum dii nukum wa liya diin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) ini jangan dipakai menjadi (ayat) sosiologis," jelasnya.
Menurut Zain, jika masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara ayat sosiologis dan teologis. Maka belum banyak masyarakat yang bisa mengkaji ayat-ayat dalam kitab suci sampai dalam.
Oleh sebab itu, dia menginginkan hasil-hasil penelitian para peneliti harus bisa dibaca dan dipahami oleh masyarakat luas untuk membantu meningkatkan literasi mereka. Seperti yang disampaikan Albert Einstein, orang cerdas bisa menerangkan persoalan yang susah ke anak berusia enam tahun.
"Saya ingin peneliti memudahkan (masyarakat) dan generasi milenial untuk memahami hasil penelitian, bukan membuat rumit masalah yang mudah," ujar Zain.