Selasa 06 Aug 2019 04:04 WIB

Belajar dari Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz (661-750 M), pemimpin kedelapan Dinasti Umayyah Damaskus,

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Usep Romli HM

Umar bin Abdul Aziz (661-750 M), pemimpin kedelapan Dinasti Umayyah Damaskus, adalah orang yang jujur, cerdas, berani, teguh pendirian, dan pandai berkomunikasi. Ketika diangkat menjadi Khalifah, ia mengucapkan "istirja": "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un". Seolah-olah mendapatkan bencana kematian. Bukan bergembira-ria menyelenggarakan pesta kemenangan berlimpah makanan, minuman, dan ucapan selamat.

Selama memangku jabatan (717-720), Umar benar-benar bertindak seperti "mayat" yang sedang menghadapi siksa kubur. Menjauhi semua hal yang akan mendatangkan petaka di hadapan Allah Azzawajalla. Dimulai dari diri pribadi menyerasikan niat, ucapan, dan tindakan. Dia berkeinginan agar tidak ada konflik batin dan goncangan lahiriah yang berdampak luas bagi khalayak umat.

Ia menyatakan, perang jihad terhadap korupsi. Semua sumber korupsi dibabat habis. Kewenangan sebagai pemimpin legal formal dengan kekuasaan kuat berdasarkan mandat umat, digunakan tanpa ragu. Peringatan Allah SWT dalam QS al-Isra,ayat 16, benar-benar dipatuhi.

Ayat yang menurut para mufassir, mengandung peringatan kepada para elite (penguasa dan pengusaha) di negeri itu,yang disebut kelompok "mutrofin" (orang-orang yang hidup mewah berkat segala fasilitas negara) agar beriman dan bertakwa, mampu menggunakan kekuasaan dan kekuatannya untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Namun, mereka merusak keadilan dan menelantarkan rakyat demi kesenangan mereka sendiri. Allah SWT menghancurkan negeri itu.

Menurut Umar, sumber korupsi paling besar adalah kolusi dan nepotisme. Pada seratus hari pertama memerintah, Umar melarang anak, istri, sanak keluarga, dan siapa yang punya hubungan persaudaraan dengannya, ikut serta dalam kegiatan bisnis pemerintah. Mereka dilarang jadi pemasok barang, penyelenggara proyek, dan lain sebagainya, yang akan menjadi sarana "kongkalikong" antara "kerabat khalifah" dan para pencari keuntungan di atas gelimang darah dan air mata umat.

Tentu saja Umar mendapat protes keras dari keluarganya yang selama dinasti berdiri, hidup dari KKN. Ketika Umar bersikukuh, keluarganya mengancam akan mengucilkan Umar. Tanpa gentar Umar menjawab, "silakan, aku lebih takut oleh ancaman azab Allah SWT." Tindakan tersebut, menjadikan Umar berhasil mendamaikan hati nurani dengan ucapan dan tindakan nyata. Kebijakannya berpengaruh kepada tatanan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement