REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat suci Alquran, kalangan ulama cenderung berhati-hati. Dengan perkataan lain, tidak sembarangan orang. Perlu kadar keilmuan yang cukup, terutama yang berkaitan dengan 'ulumul Qur'an.
Hal itu disampaikan ahli tafsir Alquran dan hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, KH. Sahiron Syamsuddin. Menurut dia, dalam memahami suatu ayat Alquran, seseorang perlu juga mengerti konteks sejarah. Demikian halnya bila yang ingin diphami adalah ayat-ayat terkait perang di jalan Allah.
"Ayat-ayat perang kan banyak sekali ya. Jika dipahami tanpa memerhatikan konteks sejarahnya, maka orang bisa menjadi teroris, yang meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi itu menggunakan ayat-ayat itu," kata Kiai Sahiron kepada Republika.co.id, Ahad (4/8).
Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir se-Indonesia (AIAT) itu meneruskan, jika salah memahami ayat perang, seseorang bisa terjebak pada kecenderungan ideologi ekstremisme. Bagaimanapun, ada pula faktor-faktor lain yang bisa ikut mendorong seseorang menganut ideologi ekstremisme.
"Di samping itu, ada faktor-faktor lain. Faktor politik lah, faktor ekonomi lah. Tapi, salah satunya yang juga menjadikan mereka bersikeras menjadi fundamentalis atau bahkan teroris adalah salah paham terhadap ayat Alquran," ucapnya.
Tidak hanya ayat-ayat tentang perang, lanjut dia, yang berkaitan dengan hubungan antarumat manusia juga harus dipahami sesuai konteks. Dengan begitu, seseorang akan menemukan semangat rahmatal lil alamin yang dibawa ajaran Islam.
"Itu harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Kalau enggak, itu khawatir Alquran tidak terasa menjadi rahmatal lil alamin," kata pria yang juga wakil rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.