REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bahasa ada jauh sebelum muncul budaya tulis-menulis. Komunikasi lisan menggantikan teriakan dan gerakan yang masih digunakan oleh primata. Tetapi, meski budaya tulis-menulis muncul belakangan, justru mampu mendapatkan tempat krusial, tepat di jantung peradaban.
Fredrik Barth dalam Ethnic Groups and Boundaries: The Social Organization of Culture Difference, munculnya sistem penulisan bertepatan dengan transisi dari masyarakat pemburu-pengumpul kepada masyarakat yang menetap dan bertani. Mereka merasa perlu menghitung properti, seperti bidang tanah, jumlah hewan, perawatan gandum, dan lain-lain.
Sekira 4100-3800 sebelum Masehi (SM), hitung-menghitung mulai menjadi simbol yang banyak dijumpai di tanah-tanah. Simbol tersebut menjadi catatan untuk biji-bijian atau ternak. Saat itulah bahasa 'menulis' mulai berkembang. Salah satu contoh paling awal ditemukan dalam penggalian dari Uruk di Mesopotamia.
Bahasa tulis adalah produk dari masyarakat agraris. Masyarakat tersebut berpusat di sekitar lokasi budi daya gandum. Hasil alami dari budi daya dan penyimpanan gabah untuk produksi bir. Karena itu, beberapa prasasti tua ditulis terkait dengan perayaan bir.
Tulis-menulis pada dasarnya merupakan pengembangan dari ekspresi bahasa. Dalam sejarahnya, tulisan merepresentasikan bahasa melalui grafis-grafis yang berkembang sepanjang peradaban manusia.
Tulis-menulis diawali dengan proto-menulis, sistem ideografik atau yang paling awal seperti simbol mnemonic, yang digunakan untuk menghafal dengan bantuan berupa singkatan atau pengandaian dengan benda.