Kamis 01 Aug 2019 14:21 WIB

Betapa Pentingnya Ridha Hati Seorang Ibu

Inilah kisah seorang di zaman Rasul, tentang pentingnya ridha ibu

Ibu dengan anaknya/ilustrasi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ibu dengan anaknya/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Usman Al Hudawy     

Inilah kisah tentang Al-Qamah. Dia sesungguhnya termasuk seorang sahabat Rasulullah SAW. Sejak masa muda, ia dikenal saleh. Patuh, setia, dan taat beragama.

Baca Juga

Al-Qamah selalu ada di shaf depan di antara para sahabat lainnya setiap shalat berjamaah. Ia juga dikenal sangat santun terhadap ibunya.

Ayahnya sudah meninggal, segala kepentingan ibunya tidak ia abaikan. Tak sampai hati ia membiarkan ibunya mengambil air.

Keadaan mulai berubah sejak dia berumah tangga. Sesudah Al-Qamah beristri dan tinggal di rumah sendiri--disengaja atau tidak--ia kurang melayani ibunya.

Namun, sang ibu tidak melapor. Hanya diam saja. Orang sekitar pun tak tahu bahwa ibu Al-Qamah sebenarnya sakit hati.

Tahun demi tahun berlalu. Terbetik kabar bahwa Al-Qamah sakit. Sakitnya pun kian hari kian bertambah berat.

Para sahabat yang berjaga-jaga bersedih. Sebab, Al-Qamah tampak seperti mau meninggal. Mereka silih berganti untuk membacakan talqin.

"Laa ilaaha illallaah ..."

Namun, apa yang terjadi? Beberapa kali mereka coba mengulang, lidah tampak Al-Qamah kelu, tidak bergetar, tidak dapat mengikuti.

Salah seorang sahabat melaporkan kejadian ini kepada Rasulullah SAW. Segera, Nabi SAW datang.

Rasulullah SAW menyuruh seorang sahabat untuk menjemput ibu Al-Qamah.

Sesudah itu, kepada sang ibu, Rasul bertanya, "Apa tingkah Al-Qamah yang memberatkan dirinya ini?"

Ibunya Al-Qamah menyebutkan bahwa anaknya itu orang baik dan taat kepada Allah. Hanya saja, pada akhirnya perempuan ini mencurahkan isi hatinya.

"Saya ini sedih, ya Rasul, sesudah ia berumah tangga, sangat kurang perhatiannya kepada saya. Sebab itu, saya tidak memaafkannya," katanya.

"Kalau begitu," ujar Rasulullah, "Ayo para sahabat kumpulkan kayu bakar, supaya Al-Qamah ini dibakar saja."

Mendengar sikap tegas Rasul, menangislah sang ibu, "Wahai Rasulullah, maafkan saya ya Rasul. Jangan anak saya dibakar. Saya mohon jangan, ya Rasul. Saya sudah memaafkan Al-Qamah. Saya sudah memaafkan dia.''

Kata maaf dari lidah ibu itu meluncur amat spontan. Saat itu juga, lidah Al-Qamah lentur. Selesai ia mengucapkan kalimat tauhid, wafatlah dia dengan tenang.

Nyaris saja Al-Qamah termasuk ke dalam golongan umat yang sudah disabdakan Rasul SAW. Sabda beliau, "Tidak seorang hamba pun yang dianugerahi rezeki oleh Allah SWT kemudian dia tidak menunaikan hak kepada kedua orang tuanya, kecuali Allah menghapuskan amal baiknya dan menyiksanya dengan siksa yang pedih."

Kejadian ini layak jadi renungan. Memang, ada orang mengatakan tiada sukar untuk berbakti kepada ibu-bapak. Gara-gara sibuk mengurus kebutuhan rumah tangga, ditambah ada saja permintaan sang istri, tanpa sengaja ibu sendiri terlupakan.

Apalagi kalau memang istri tidak peduli atau kurang suka pada mertuanya, sangat mungkin sang suami tiada dapat melayani. Semoga kita terlepas dari sikap durhaka kepada orang tua.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement