REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam al-Ghazali menuturkan, saling mencintai disyariatkan dan merupakan dorongan agama. Maka, Muslim diminta untuk saling membimbing dan mencintai satu sama lainnya. Salah satu bentuknya adalah memanggil seseorang dengan nama kesayangannya, bukan gelar tak terhormat, baik saat hadir maupun tidak.
Pada sebuah kesempatan, Umar mengatakan ada tiga jalan yang bisa dilakukan seorang Muslim untuk menunjukkan cinta persaudaraan yang tulus. Berilah sambutan hangat saat bertemu, membuatnya merasa senang, dan panggillah dengan nama kesayangannya. Sebut juga, jelas al-Ghazali, sifat-sifat baiknya.
Semua itu, tentu saja dilakukan tanpa menyertakan kebohongan di dalamnya. Dalam bukunya, Terampil Bersahabat dengan Siapa Saja, al-Ghazali mendorong agar Muslim membela saudaranya saat ada orang lain yang memperolok, menghina, atau mencelanya baik secara terang-terangan maupun dalam bentuk sindiran.
Rasulullah menyatakan, Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Seorang Muslim tak akan berbuat salah kepada saudara Muslimnya itu, meninggalkannya, bahkan mengkhianatinya. Jadi, merupakan sebuah pengkhianatan bila seseorang membiarkan kehormatan saudaranya dikoyak,” jelas al-Ghazali.
Demi mewujudkan keharmonisan, Islam pun melarang Muslim memata-matai (tajassus) saudaranya. Dengan langkah ini, seseorang akan mencari-cari aib dan cela orang lain kemudian menyebarkannya. Biasanya, jelas Yusuf al-Qaradhawi, memata-matai akan melahirkan sikap berburuk sangka.
Setiap orang, jelas dia, memiliki kehormatan diri yang tak boleh dinodai dengan tajassus meskipun berbuat dosa yang dilakukannya secara tersembunyi. Rasul menilai mencari aib orang lain termasuk perbuatan orang munafik. Mengenai hal ini, beliau pernah naik ke mimbar dan menyeru dengan suara yang keras.
Hai semua orang yang telah menyatakan beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum sampai ke dalam hatinya! Janganlah kamu menyakiti orang-orang Islam dan jangan kamu menyelidiki cacat-cacat mereka.” Demikian ditekankan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar.