REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Mahmud al-Mishri, seseorang tak dapat dikatakan tawakal jika hanya diam sambil menunggu apa yang diharapkannya menjadi nyata. “Berdoa tanpa berusaha tidak termasuk tawakal,” jelas dia. Rasulullah, kata dia, mengajarkan agar Muslim menjauhkan diri dari sikap berpangku tangan.
Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasul bertanya kepada Muadz mengenai hak Allah atas hamba-Nya serta hak hamba terhadap Allah. Muadz menyatakan, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu tentang hal itu. Rasul kemudian menjawab, Allah berhak atas ibadah hamba-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.
Sedangkan hak hamba atas Allah adalah tidak mengazab mereka yang tidak menyekutukan-Nya. Saat Muadz kembali bertanya apakah dia boleh menyampaikan kepada orang lain, Rasul mengatakan, agar Muslim tak berpangku tangan. Al-Mishri mengatakan, dengan hadis itu Rasul memberlakukan sebuah kaidah dasar.
Segala sesuatu yang mendorong sikap berpangku tangan dan enggan berusaha tidak dapat dikatakan sebagai tawakal. Oleh karena itu, tawakal mempunyai makna bila seseorang menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah dia berusaha. Namun, jika pernyataan tawakal diembuskan sebelum bekerja dan berusaha, itu namanya pasrah.
Ibnu Qayyim menuturkan, orang yang mengabaikan usaha berarti tak mengetahui secara utuh makna tawakal. Meskipun dia menyatakan, kesempurnaan tawakal tak semata ditandai dengan mengandalkan pada usaha. Ini artinya, usaha harus dilakukan secara maksimal, demikian pula tawakal serta doa kepada Allah.
Tawakal, jelas dia, mempunyai hubungan erat dengan hak, qadha, dan takdir Allah. Usaha yang dilakukan manusia tak akan bernilai ibadah jika tak diikuti dengan tawakal. Namun, tak dapat dikatakan sebuah sikap tawakal seandainya seseorang hanya berdiam diri tak melakukan apa pun.
Rasul telah memberikan teladan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Tirmidzi, Rasulullah mengatakan, jika umat Islam bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, Allah akan menurunkan rezeki, seperti Dia memberikannya pada burung yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam kondisi kenyang.
Riwayat lain mengugkapkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasul dengan membawa untanya. Ia bertanya, apakah ia harus mengikat unta itu lalu bertawakal atau cukup membiarkan saja unta itu tanpa diikat dan bertawakal. Rasul dengan tegas menjawab, “Ikatlah unta tersebut baru kamu bertawakal kepada Allah.”