Kamis 25 Jul 2019 13:02 WIB

Agar yang Baik Tetap Menjadi Baik

Menurut Imam an-Nawawi ada sejumlah perkara baik yang mesti dilengkapi hal baik lain

Beribadah (ilustrasi)
Foto: Antara
Beribadah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus

Imam an-Nawawi mengemukakan, perkara baik tidak akan tetap baik kecuali bila ditunjang dengan perkara baik lainnya. Dalam konteks ini, an-Nawawi mengemukakan sepuluh perkara baik. Lima di antaranya: akal (kecerdasan), kemenangan/kesuksesan, kekuasaan, kekayaan, dan kemiskinan.

Baca Juga

Lima perkara tersebut berdasar pada sabda Rasulullah SAW semuanya baik. Namun, kelima perkara tersebut tidak akan baik tanpa dilengkapi perkara baik lainnya.

Siapapun yang memiliki lima perkara tersebut, dianjurkan untuk melengkapinya dengan memiliki perkara baik lainnya.

Pertama, akal (kecerdasan). Tidak diragukan lagi orang yang memiliki kecerdasan adalah orang yang beruntung. Lebih-lebih, bila kecerdasan yang dimilikinya itu digunakan untuk mendalami al-Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Kecerdasan itu adalah cahaya di dalam hati/kalbu yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah."

Tetapi, memiliki kecerdasan itu bisa juga membuat pemiliknya salah kaprah. Oleh sebab itu, yang bersangkutan sangat dianjurkan untuk melengkapinya dengan sifat wara'. Dengan sifat inilah, yang bersangkutan dinilai aman dari kemungkinan salah kaprah dalam mengaplikasikan kecerdasan yang dimilikinya.

Kedua, kemenangan/kesuksesan. Orang yang meraih kemenangan/kesuksesan dapat dikatakan orang yang mujur. Tetapi, kemenangan/kesuksesan yang tidak diikuti syukur dan takut kepada Allah justru akan menjerumuskannya ke neraka.

Maka, orang yang meraih kemenangan/kesuksesan dianjurkan untuk syukur dan takut kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis lantaran takut kepada Allah."

Ketiga, kekuasaan atau jabatan. Kekuasaan atau jabatan adalah amanah yang wajib ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Bila tidak demikian, kekuasaan atau jabatan itu justru akan mendatangkan murka Allah. Dengan begitu, orang yang memiliki kekuasaan atau jabatan wajib mengembannya dengan tanggung jawab.

Rasulullah SAW bersabda, "Manusia yang paling dicintai Allah dan yang paling dekat dari-Nya pada hari kiamat nanti adalah pemimpin yang adil. Manusia yang paling dibenci Allah dan yang paling jauh dari-Nya pada hari kiamat nanti adalah pemimpin yang zalim."

Keempat, kekayaan. Memiliki kekayaan adalah baik. Tetapi, kekayaan tidak akan manfaat jika tidak didermakan di jalan Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. (Sebaliknya) orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka."

Kelima, kemiskinan. Sejatinya, kemiskinan itu baik. Abdullah bin Mubarak berkata, "Merasa kaya saat berada dalam kemiskinan lebih baik dari kemiskinan itu sendiri." Tetapi, kemiskinan itu dapat berubah menjadi kemudaratan bagi yang bersangkutan. Misalnya, ketika yang bersangkutan tidak menyikapinya secara qana'ah.

Rasulullah SAW bersabda, "Jadilah kamu orang yang qana'ah niscaya kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur." Wallahu A'lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement