REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat untuk tidak terlampau konsumtif dan tergiur berutang tanpa kalkulasi yang matang.
Imbauan ini sekaligus merespons kabar adanya gugatan hukum yang dilakukan seorang debitur terhadap perusahaan financial technology (fintech) Incash yang tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sekretaris Jenderal MUI menegaskan, utang yang dilakukan secara tak terukur cenderung merugikan. Apalagi, bila utang demikian membuat seseorang jatuh ke dalam perbuatan riba.
“MUI menghimbau masyarakat agar tidak konsumtif dan tidak mudah tergiur untuk berutang,” kata Sekjen MUI Anwar Abbas kepada Republika.co.id, Rabu (25/7).
Anwar menegaskan, suku bunga berapa pun besarannya adalah haram karena mengandung unsur riba. Jika tingkat suku bunga terlampau tinggi, tentunya akan sangat membebani debitur. "Iya (riba itu haram)," ujar Anwar.
Ketua PP Muhammadiyah bidang Ekonomi itu juga meminta aparat kepolisian untuk memproses pelaporan itu serta menangkap pihak yang diduga bertanggung jawab atas pencemaran nama baik.
“Supaya polisi menindak pengusaha fintech (itu) sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku,” ujar Anwar.
Dia mendukung upaya pelapor dalam melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian. Dengan itu, dia berharap pihak yang bersalah bisa ditindak dan dihukum. Selain itu, harapannya agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.
Sebelumnya, beredar kabar ihwal adanya perempuan yang diiklankan secara prostitusi terkait utang dengan suatu fintech.
Pelapor kasus ini bernama Yuliana. Dia melaporkan fintech Incash atas dugaan pencemaran nama baik.