REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ritual kurban setiap Idul Adha tiba menjadi peluang bagi masya rakat Indonesia untuk mendulang perekonomian. Sayangnya, pendulum ekonomi kerap berada di pihak pedagang alih-alih peternak.
Perlu strategi mumpuni agar peternak yang masih banyak berstatus mustahik bisa ikut merayakan kelezatan pundi ekonomi dari kurban. Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan Syauqi Beik dalam wawancaranya bersama wartawan Republika, Zahrotul Oktaviani mencoba menjelaskannya. Berikut kutipannya.
Bagaimana meningkatkan ekonomi peternak lewat kurban?
Iya. Bisa saja kita potong sedikit rantai distribusi itu di tengah dan lebih didorong kepada masyarakat utamanya para peternak. Ini bisa kita lakukan, tapi tentu prosesnya bertahap. Kita tentu tidak mau begitu saja memotong atau menghilangkan penghasilan bagi perantara ini, yang membeli di peternak lalu menjual ke konsumen akhir. Yang bisa kita lakukan bagaimana porsi ekonomi untuk peternak ini bisa lebih besar dari sebelumnya.
Ketika kita perbaiki aspek produksi hewan ternak dengan baik, kalaupun ada pedagang perantara, kita harap mereka membelinya pun dari peternak rakyat. Bukan diambil dari perusahaan besar atau peternak besar. Ini saya kira harus didorong dan dikembangkan sehingga manfaat uang yang dibelanjakan pekurban bisa masuk kembali ke kantorng masyarakat.
Dari sisi suplai, apakah cukup di Indonesia saja?
Ini tugas kita, bagaimana mendorong supaya dari sisi suplai, yang menikmati masyarakat kita juga. Kita harusnya dominan, bukan dari negara lain atau perusahaan besar tertentu. Masyarakat didorong untuk bisa memenuhi kebutuhan dari umat dan bangsa.
Sisi suplai ini harus didorong dan diperkuat. Masyarakat diharapkan memiliki kepedulian tinggi akan prduksi dan penyediaan hewan qurban. Jangan sampai saat kurban sapi, kurban Australia terus yang dipakai se men tara dari sisi domestik kita juga bisa. Dalam konteks ini, ikhtiar kita untuk membangkitkan kekuatan ekonomi umat atau masyarakat dhuafa harus didorong. Hal ini harus diperhatikan dengan benar karena ibadah qurban ini akan terus ada sampai nanti hari akhir.
Sehingga, harus diantisipasi de ngan baik, apalagi kesadaran religius masyarakat juga semakin meningkat dan jumlah orang yang berkurban juga naik dari waktu ke waktu. Kesadaran ibadah ini harus dimanfaatkan secara ekonomi dengan secara serius menggarap sisi suplai agar manfaat ekonomi bisa kembali ke umat.
Apakah memang selalu ada impor?
Karena memang kebutuhan, kadang secara domestik belum bisa memenuhi penuh kebutuhan daging sehingga ada impor. Nah, kita perlu strategi bagaimana ketika kebutuhan atau permintaan domestik ini tinggi, tentu kita harus menyusun angkah strategis sehingga memberdayakan indsutri peternakan rakyat. Supaya mereka bisa bangkit dan memanfaatkan ruang-ruang ekonomi yang ada di depan mata.
Jika semua elemen masyarakat punya pola pikir yang sama dan bergerak bersama, para pengambil kebijakan juga begitu. Maka, saya kira ini akan positif hasilnya. DAM Haji, dengan kita 200 ribuan jamaah, ini harusnya kita bisa melobi. Misalkan dengan Peme rintah Arab Saudi kita meminta penyediaan hewannya dari kita. Ini peluang bisnis yang sayangnya tidak dipikirkan dengan serius.