Sabtu 20 Jul 2019 23:50 WIB

Tak Mudah Menjadi Peternak

Peternak harus menghadapi berbagai risiko

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Agung Sasongko
Pedagang hewan kurban di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Foto: Republika/Umi Soliha
Pedagang hewan kurban di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tidak mudah menjadi seorang peternak, sebab harus siap menghadapi berbagai risiko. Mulai kegagalan produksi, kemungkinan dicuri, hingga sulitnya mencari mitra. Meski begitu, Ayi Rahmat tidak menyerah, ia tetap semangat beternak domba sejak 2010. Bahkan, selama tiga sampai empat tahun terakhir ini, dirinya mengaku semakin fokus.

Ayi bercerita, melihat potensi alam yang besar tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal membuatnya tergerak untuk bertani. Hanya saja tidak ada peningkatan penghasilan bila hanya mengandalkan hasil pertanian.

"Pertanian agak kesulitan karena terkait lahan jadi banyak persoalan. Misalkan masalah tanah dan air yang tidak bisa diselesaikan dengan pihak kecil seperti kami, melainkan harus diselesaikan pemerintah. Jadi, jalannya petani-petani ini beternak," tutur peternak yang tinggal di Cianjur, Jawa Barat, tersebut kepada Republika.

Awalnya, kata dia, beternak hanya sebagai sampingan, tapi ternyata hasilnya lumayan. Apalagi, lembaga zakat Dompet Dhuafa (DD) pun mendorongnya dengan melakukan pembinaan serta pelatihan. "Pemberdayaan dari DD dimulai 2009, dari situ akhirnya saya berfokus di peternakan sampai sekarang. Alhamdulillah," ucapnya.

Menurut dia menjelang Idul Adha tahun ini, peluang bagi peternak semakin terbuka lebar. Dia mengakui, kini hewan ternaknya tak hanya dibeli DD, tapi juga mitra lokal lainnya.

Jelang Hari Raya Idul Kurban, harga domba cukup bagus, yakni kisaran Rp 75 ribu sampai Rp 80 ribu per kilogram (kg) hidup. Keuntungan yang didapatnya setiap tahun pun dapat menembus Rp 30 juta. Domba yang dimilikinya memang tidak banyak, cuma sekitar 20 ekor. Maka untuk memenuhi kebutuhan pasar, Ayi bergabung dengan kelompok peternak di Cianjur.

Pria berlogat Sunda ini menyebutkan, setiap tahun DD membeli 150 ekor hewan kurban dari kelompoknya. Pada 2019, ia menargetkan hewan kurban yang dibeli DD mencapai 250 ekor. "Mekanismenya begini, kelompok sebagai penyambung antara petani dengan DD. DD pesan melalui kelompok, nanti kelompok yang bina petani dengan sumber daya yang ada," ujar dia.

Berikutnya, lewat program Tebar Hewan Kurban DD, hewan yang dibeli DD diberikan ke kelompok tersebut untuk dipotong di daerah Cianjur. "Jadi di sini ada semangat berbaginya, wa lau kita masih marginal, kita bisa ikut berbagai dengan cara ini," ujarnya.

Ayi melanjutkan, selain sebagai penambah penghasilan, hasil penjualan ternak dombanya digunakan pula untuk membiayai lembaga pendidikan tahfiz yang dirintisnya bersama sang istri. Di dalam lembaga pendidikan bernama Shuffah Almustanir tersebut terdapat pesantren, kelas malam, Sekolah Dasar Penghafal Al Quran (SPDQ), serta Tahfidz Anak Usia Dini (TAUD). Ayi menerangkan, untuk pesantren dan kelas malamnya gratis, tetapi SPDQ dan TAUD berbayar. "Tapi masih terjangkau bagi menengah ke bawah. Motto saya, dari jualan domba itu mencetak ulama," ungkapnya.

Dia menambahkan, kini lembaga pendidikannya telah berjalan selama dua tahun. Di pesantrennya pun sudah ada kurang lebih 30 santri.Pria berusia 35 tahun ini berharap, jumlah hewan ternaknya bisa bertambah supaya pesantrennya bisa terus berjalan. Sekarang, Ayi tidak hanya menyediakan hewan kurban, tetapi juga hewan untuk akikah.

"Hasilnya lumayan, dengan banyaknya momen hijrah, banyak orang yang sadar lakukan akikah. Jadi, kita ikut kecipratan rezekinya," ujar dia. Rencananya ke depan, Ayi akan turut menggandeng mitra restoran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement