Sabtu 20 Jul 2019 13:24 WIB

Gaza Darurat Kebutuhan Obat-Obatan

Sebanyak 61,5 persen dari daftar obat-obatan paling dibutuhkan tak dapat disediakan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Dwi Murdaningsih
ACT menyalurkan bantuan 100 ribu liter BBM untuk rumah zakit di Gaza.
Foto: ACT
ACT menyalurkan bantuan 100 ribu liter BBM untuk rumah zakit di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasokan obat-obatan di sejumlah rumah sakit di Gaza semakin menipis. Hal ini membuat Gaza sekali lagi mengalami krisis kesehatan. Fakta itu disampaikan oleh juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qadra, Selasa (16/7) lalu.

“Rumah sakit menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya karena kurangnya obat-obatan dan kebutuhan medis," ujar Ashraf dikutip dari laman resmi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Sabtu (20/7).

Baca Juga

Ashraf mengatakan krisis medis yang dialami rumah sakit dan pusat kesehatan kali ini adalah yang paling memprihatinkan selama tahun-tahun pengepungan Israel di Jalur Gaza.

Kebutuhan tahunan Kementerian Kesehatan Gaza untuk obat-obatan dan barang-barang medis mencapai 40 juta dolar AS. Sementara itu, dalam enam bulan pertama tahun ini baru tersedia 10 juta dolar AS.

Ia mengatakan, krisis itu berdampak pada pelayanan medis yang diperoleh pasien di sejumlah rumah sakit di Gaza. Ashraf pun meminta semua pihak melakukan langkah efektif untuk memenuhi kebutuhan farmakologis pasien.

Organisasi kemanusiaan Palestinian center for Human Rights (PCHR) mencatat, krisis akut obat-obatan dan peralatan medis kian memburuk. Kondisi ini bisa berakibat fatal bagi para pasien, mengingat 61,5 persen dari daftar obat-obatan yang paling dibutuhkan tak dapat disediakan.

Direktur Departemen Farmakologis Kementerian Kesehatan, Dr. ‘Alaa Hellis mengatakan kepada PCHR sedikitnya 1.000 pasien ginjal kronis dalam risiko besar, sebab kebutuhan terapi mereka tidak tersedia di sejumlah rumah sakit di Jalur Gaza.

Dia menambahkan, obat-obatan yang paling dibutuhkan departemen oftalmologi, kesehatan mental, dan obat-obatan untuk anak-anak tidak tersedia di Jalur Gaza.

Otoritas Palestina di Ramallah disebut hanya memasok 10-15 persen obat-obatan di rumah sakit jalur Gaza. Jumlah itu tidak seberapa jika dibandingkan kebutuhan obat-obatan di Jalur Gaza yang mencapai 40 persen.

Salah seorang tim Global Humanity Response (GHR - ACT), Andi Noor Faradiba melaporkan pasokan obat-obatan sedang menipis di Gaza, termasuk pasokan dari Israel yang dibatasi. “Ada juga kebutuhan besar di bank darah, apalagi setiap Jumat selalu ada korban luka yang butuh supali darah," ujarnya.

Selain tidak lagi mendapatkan obat-obatan, pasien di Gaza juga dibatasi terkait proses pengobatan mereka oleh otoritas Israel. Israel melakukan blokade di Jalur Gaza selama 13 tahun.

Semua jalur yang menghubungkan Gaza dengan dunia luar ditutup melalui Mesir atau wilayah Palestina yang diokupasi sejak 1948. Akibat blokade itu, sektor kesehatan di Jalur Gaza melemah. Krisis pun melanda hampir di semua sektor, termasuk bahan bakar dan listrik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement