Rabu 17 Jul 2019 16:26 WIB

Makna Rekonsiliasi

Rekonsiliasi diinisiasi pemimpin yang memahami rakyatnya

Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Mencari Pemimpin Umat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Inayatullah Hasyim

Suatu hari, saat menjadi khalifah, Umar bin Khattab memanggil seorang wanita untuk menghadap. Wanita itu dalam keadaan hamil muda. Demi mendengar bahwa dia dipanggil oleh seorang Umar bin Khattab, pemimpin yang sangat tegas, wanita itu pun mengalami keguguran akibat rasa takut dan cemas.

Baca Juga

Keadaan itu kemudian disampaikan kepada Umar bin Khattab. Lalu, Umar mengumpulkan para sahabat Nabi lainnya. Umar pun bertanya, apakah dirinya patut dianggap bersalah karena surat panggilannya telah mengakibatkan seseorang mengalami keguguran. Para sahabat berkata, "Tidak ya Amirul Mukminin." Umar masih tak puas.

Dia lalu bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, "Bagaimana pendapatmu, wahai Abu Hasan?"

Ali bin Abi Thalib menjawab, "Kau terkena denda". Maka itu, Umar pun 'dihukum' sesuai ketentuan agama, yaitu membayar denda layaknya hukuman 'pembunuhan tidak sengaja'.

"Ambillah unta-untaku dan bagikan kepada keluarganya," kata Umar. Itulah rekonsiliasi sejati seorang pemimpin dengan rakyatnya.

Ketika Ali bin Abi Thalib berkuasa, ia diprotes oleh rakyatnya. Dengan nada keras, seseorang berkata kepada Ali, "Pada zaman Umar bin Khattab sedikit sekali aksi kejahatan dan pencurian. Pada zaman Anda kok mulai banyak?"

Ali menjawab, "Sebab pada zaman Umar, rakyat yang dipimpinnya itu seperti aku. Sekarang aku harus memimpin rakyat seperti Anda."

Dalam kisah lainnya, seorang khalifah Bani Umayyah mendengar perkataan buruk rakyat tentang pemerintahannya. Karena itu, sang khalifah mengundang dan mengumpulkan para tokoh dan elite rakyatnya.

Dalam pertemuan itu, khalifah berkata, "Wahai rakyatku sekalian, apakah kalian ingin aku menjadi khalifah, seperti Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab?"

Mereka pun menjawab, "Ya".

Kemudian sang khalifah berkata lagi, "Jika demikian halnya, jadilah kalian seperti rakyat Abu Bakar dan Umar. Karena Allah SWT yang Mahabijaksana akan memberikan pemimpin pada suatu kaum sesuai dengan amal-amal yang dikerjakannya. Jika amal mereka buruk, pemimpinnya pun akan buruk. Dan jika amal mereka baik, pemimpinnya pun akan baik."

Kisah-kisah di atas adalah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata ketika bernegara. Pemimpin memiliki kewajiban mengayomi rakyatnya, sekaligus berwenang untuk bertindak tegas demi terciptanya keberlangsungan hidup yang aman, tertib, dan teratur. Sedangkan rakyat berkewajiban menaati setiap peraturan dan kebijakan pemimpinnya dalam taat kepada Allah SWT.

Setiap rakyat selalu mendambakan pemimpin yang bertanggung jawab melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi, pemimpin yang didambakan tersebut bukan sesuatu yang lahir begitu saja. Pemimpin ternyata juga sangat bergantung pada kualitas rakyatnya (QS al-An'am: 29).

Sufyan ats-Tsauri berkata kepada Abu Ja'far al-Manshur, khalifah dari Dinasti Bani Umayyah, "Aku tahu, ada seorang lelaki yang bila dia baik, rakyat akan baik. Dan jika dia rusak, rusaklah rakyat semua." Abu Ja'far al-Manshur bertanya, "Siapa dia?" Sufyan menjawab, "Engkau!"

Maka itu, pemimpin yang paling baik ialah pemimpin yang ikut berbagi dengan rakyatnya. Rakyat mendapat perlakuan keadilan yang sama, tidak ada yang diistimewakan. Sehingga pihak yang merasa kuat tidak memiliki keinginan melakukan kezaliman. Dan pihak yang lemah tidak merasa putus asa untuk mendapatkan keadilan.

Karena sedemikian penting sikap adil pemimpin kepada rakyat nya, Rasulullah SAW mendoakan untuk hal itu. Beliau SAW berdoa, "Ya Allah, barang siapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka maka susahkanlah dia, dan barang siapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia bersikap lembut kepada mereka maka bersikaplah lembut kepadanya." (HR Muslim).

Pemimpin dan rakyat harus saling menasihati, mendoakan kebaikan satu dengan lainnya, dan ulama sebagai bagian dari rakyat, berkewajiban untuk terus menasihati pemimpinnya. Ali bin Abi Tha lib berkata, "Ulama yang datang membungkuk ke istana pemimpin membuat buruk muka ulama dan pemimpinnya. Pemimpin yang berkunjung takzim ke rumah ulama, membuat pemimpin dan ulama sama-sama semakin mulia." Wallahua'lam bisshawab.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement