Jumat 19 Jul 2019 04:30 WIB

Islamisasi Pengetahuan, Teladan Hasan bin Ali, dan Rahmat

Islamisasi pengetahun dilakukan dengan internalisasi nilai Islam dalam pengetahuan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nashih Nashrullah
Pameran IPTEK.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pameran IPTEK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Islam dan ilmu pengetahuan merupakan satu kesatuan integrasi yang sempurna lalu dapat mencapai rahmatan lil alamin.

Managing Director of the Z Consulting Group Malaysia, Dato’ Ahamed Kameel Meera mengaku yakin dengan konsep tersebut. Dia percaya, dengan mempelajari Islam dan ilmu pengetahuan lebih mendalam ini akan membuka pikiran seluas-luasnya sehingga seluruh kehidupan dapat berjalan damai.  

Baca Juga

“Bagaimana mengaitkan Islam dalam segala aspek, ini jadi hal yang sedang kita coba untuk mencapai ke sana. Jika umat Islam menjalankan ini dengan baik, kita akan mencapai yang kita sebut rahmatan lil alamin,” kata Kameel Meera dalam Workshop on Integration of Knowledge yang di gelar di International Class Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Takzia, Sentul City, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/7).  

Dia mengatakan, ketika berbicara tentang Islamisasi pengetahuan, dengan sederhana bisa dikatakan itu lebih dari ilmu pengetahuan dan praktiknya, serta lebih dari sekadar metode sains yang ada di artikel yang kerap tidak konsisten. “Mari kita integrasikan itu semua,” papar Kameel Meera. 

Satu sejarah dalam dunia Islam, kata dia, ketika Ottoman runtuh pada 1924. Sebelum keruntuhan itu, Islam menguasai seluruh Eropa dan sepertiga dunia ini. Pascakeruntuhan tersebut, Islam benar-benar dilepaskan begitu saja dari segala aspek kehidupan.   

“It was the exactly problem (ini benar-benar masalah). Padahal seharusnya semua aspek itu berintegrasi, contohnya saya, saya ini mempelajari sains dan ekonomi. Sampai akhirnya saya datang ke dunia keuangan Malaysia dimana syariah dan ekonomi itu terintegrasi, hingga sekarang,” kata Kameel Meera. 

Beberapa kampus syariah yang ada di Malaysia, kata dia, semuanya mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang artinya di sana tidak terus-menerus mempelajari agama. Banyak dosen-dosen di kampus syariah itu memiliki gelar dari ilmu agama Islam dan juga memiliki gelar dari spesialisasi ilmu lainnya seperti ekonomi, sains, komunikasi, dan lainnya.

Kameel Meera yang tidak ada background syariah sama sekali, ketika datang ke Malaysia langsung menerima ilmu syariah itu melalui diskusi ekonomi. Tapi itu tidak lantas menjadikannya pakar dalam berbicara soal ekonomi Islam.

“Karena kita juga harus paham di dua sisi itu. Ketika kamu ke syariah community, kamu harus masuk dalam grup itu. Jadi dalam diri orang itu harus ada dua sisi. Kamu ahli syariah dan ahli ekonomi, kamu ahli syariah dan ahli dokter, begitu seterusnya. Itu baru bisa disebut expert dalam Islam dan ilmu pengetahuan,” tutur Kameel Meera.

Bagi dia, UIA Malaysia merupakan salah satu universitas yang cukup berhasil dalam mengintegrasikan Islam dan Ilmu Pengetahuan, meskipun keberhasilan itu baru sekitar di bawah 50 persen. Tapi itu merupakan sebuah kontribusi yang baik untuk mendedikasikan Muslim sebagai sarjana syariah yang baik.

Islamisasi diharapkan Kameel Meera ini, dapat dicapai dengan bersikap seperti Khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sosok yang sangat menghindari pertikaian dan pertumpahan darah. Hasan dibaiat menjadi khalifah setelah ayahnya, Ali bin Abi Thalib, meninggal dunia karena dibunuh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam. Khawarij itu menebaskan pedangnya saat khalifah keempat tersebut sedang berwudhu hendak menunaikan shalat Shubuh.

Diangkatnya Hasan sebagai khalifah membuat Muawiyah berang, sebab Muawiyah telah melakukan pemberontakan sejak khalifah Ali bin Abi Thalib. Dia berambisi menduduki puncak pimpinan kaum Muslimin.  

Sadar posisinya diincar Muawiyah yang berkedudukan di Damaskus, Syam, Hasan justru secara persuasif menulis surat kepada Muawiyah. Dia memilih tidak menyerbu kekuatan oposisi. Kameel Meera menukilkan sebuah pernyataan Hasan sebagaimana dinukilkan Al-Hamid Al-Husaini dalam Al-Husein bin Ali, Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada Zamannya (1978).   

“Janganlah engkau terus-menerus terbenam di dalam kebatilan dan kesesatan. Bergabunglah dengan orang-orang yang telah menyatakan baiat kepadaku. Sebenarnya engkau telah mengetahui, bahwa aku lebih berhak menempati kedudukan sebagai pemimpin umat Islam. Lindungilah dirimu dari siksa Allah dan tinggalkanlah perbuatan durhaka. Hentikanlah pertumpahan darah, sudah cukup banyak darah mengalir yang harus kau pikul tanggungjawabnya di akhirat kelak. Nyatakanlah kesetiaanmu kepadaku dan janganlah engkau menuntut sesuatu yang bukan hakmu, demi kerukunan dan persatuan umat Islam,” tulis Hasan. 

Surat tersebut menggambarkan Khalifah Hasan sebagai orang yang lebih suka menghindari pertikaian dan pertumpahan darah. Hasan juga menekankan pentingnya kerukunan dan persatuan umat Islam.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement