Kamis 18 Jul 2019 17:15 WIB

RI Diminta tak Lemah Terhadap Cina dalam Membantu Uighur

PUI juga menyesalkan negara-negara Arab mendukung Cina terkait isu Uighur.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Muslim Uighur dan aparat keamanan di Cina (ilustrasi)
Foto: AP
Muslim Uighur dan aparat keamanan di Cina (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta tidak menunjukkan sikap lemah terhadap Republik Rakyat Cina (RRC) dalam membantu etnis Uighur. Seperti diketahui, masyarakat yang menghuni Provinsi Xinjiang itu dikabarkan mendapatkan banyak tekanan dari pemerintah setempat. Hal itu disampaikan Ketua Umum Persatuan Umat Islam (PUI), KH Nazar Haris.  

Kiai Nazar menuturkan, PUI menolak kebijakan-kebijakan yang mengabaikan hak asasi manusia (HAM) etnis Uighur di Xinjiang. Dia juga meminta pemerintah Indonesia untuk aktif menyuarakan perlindungan HAM etnis tersebut. "Walau sekarang kita pemerintah Indonesia sedang banyak utang kepada Cina, tidak menyebabkan kita (Indonesia) menjadi lemah (terhadap Cina)," kata KH Nazar haris kepada Republika.co.id, Kamis (18/7).

Baca Juga

Mengenai dukungan sejumlah negara Arab terhadap kebijakan RRC atas etnis Uighur, PUI menyesalkan hal itu. "Kita menyesalkan negara-negara Arab yang menyatakan perlakuan RRC terhadap etnis Uighur adalah hak negara Cina," ujarnya.

Dia menyebut, negara-negara Arab dapat dipahami karena cenderung dalam kondisi yang lemah lantaran masalah internal mereka. Namun, hal itu hendaknya tidak menjadi rujukan bagi Indonesia.

"Justru kita (Indonesia) sebagai negeri umat Islam terbesar kita harus memberikan contoh yang terbaik, bahwa kita umat Islam Indonesia peduli dengan nasib umat Islam Uighur," ujarnya.

Sebelumnya Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) juga menyesalkan dukungan negara-negara Arab terhadap Cina dan berpesan kepada pemerintah Indonesia agar jangan ikut-ikut mendukung Cina. Menurut informasi yang didapat DDII, Muslim Uighur mendapat tekanan dan tidak dibiarkan bebas melaksanakan ibadah di tempat umum.

Ketua Umum DDII, KH Mohammad Siddik mengatakan, apa yang terjadi di Xinjiang adalah pelanggaran HAM karena orang-orang tidak bisa menjalankan ibadahnya dengan bebas. "Kami DDII menyesalkan beberapa negeri Islam menyatakan setuju atau mendukung kebijakan Pemerintah Cina di Uighur sebelum mereka mengadakan investigasi yang independen, tidak dibimbing Pemerintah Cina (saat investigasi)," ujarnya.

Pada Februari 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama ormas-ormas Islam telah memenuhi undangan RRC untuk melihat kamp-kamp vokasi di Xinjiang. Berdasarkan kunjungan tersebut MUI mengetahui bahwa konstitusi Cina menganggap agama sebagai persoalan individu dan tidak diperbolehkan mengatur urusan pemerintah.

Baca juga: MUI Minta Cina Berikan Uighur Kelonggaran untuk Beribadah

Konstitusi Cina juga mengatur untuk memisahkan agama dari ruang publik. Sehingga orang beragama apapun tidak bisa melaksanakan ibadah saat berada di ruang publik. Orang-orang Uighur di kamp vokasi dan yang sedang bekerja tidak bisa melaksanakan ibadah karena sedang berada di tempat umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement