Rabu 17 Jul 2019 15:38 WIB

Maruf Amin: Khilafah Islami, tapi Tertolak di Indonesia

Kiai Ma'ruf Amin menegaskan Indonesia sebagai negara kesepakatan

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Presiden terpilih yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menyampaikan sambutan pada acara Milad Ke-47 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Wakil Presiden terpilih yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menyampaikan sambutan pada acara Milad Ke-47 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Jakarta, Rabu (17/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menegaskan bahwa Indonesia adalah suatu negara kesepakatan (Darul Mitsaq). Dalam istilah lain, bentuk negara Indonesia juga dikatakan sebagai Darul Ahdi wa Syahadah.

Dia menekankan, persoalan kenegaraan di Indonesia sudah selesai dibicarakan. Dalam perspektif Islam rahmatan lil alamin, Indonesia diposisikan sebagai negara bersama. Bagaimanapun, belakangan ini ada yang menyampaikan perspektif lain, semisal bentuk khilafah.

Baca Juga

"Ketika saya ditanya khilafah Islami atau tidak? Saya bilang Islami karena dulu pernah ada khilafah Utsmaniyah, khilafah Abbasiyah," kata KH Ma'ruf saat tausiyah dalam acara Halal Bihalal dan Seminar Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Rabu (17/7).

Dia menegaskan, label Islami bukan hanya monopoli khilafah. Sebagai contoh, kerajaan juga dapat dilabeli Islami, semisal Kerajaan Arab Saudi, Yordania, dan lain sebagainya. Bentuk republik juga dapat dibubuhi Islami, seperti Republik Islam Pakistan dan Republik Indonesia.

"Tapi kenapa khilafah ditolak di Indonesia? Saya bilang (khilafah) bukan ditolak tapi tertolak karena menyalahi kesepakatan (Indonesia adalah negara kesepakatan), Islam kita di Indonesia adalah Islam kafah," ujarnya.

Kiai Ma'ruf juga mengajak semuanya kembali kepada prinsip, cara berpikir dan gerakan Islam rahmatan lil alamin seperti ciri-ciri dalam gerakan Islam wasathiyah. Cara berpikir Islam wasathiyah tidak terlalu tekstual dan juga tidak terlalu liberal.

Ia menjelaskan bahwa cara berpikir tekstual terlalu statis terhadap teks-teks saja sehingga dapat menyebabkan kesesatan dalam beragama. Bagi Kiai Ma'ruf, cara berpikir tekstual itu merupakan kebodohan atau tidak hendak memahami apa yang dimaksud oleh ulama-ulama terdahulu dan salaf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement