Senin 15 Jul 2019 20:50 WIB

Haji dan Sabar

Sifat sabar dalam pelaksanaan haji telah dicontohkan sejak zaman mula

Ilustrasi Haji
Foto: Foto : MgRol100
Ilustrasi Haji

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Baraas

Sikap paling menonjol dari seorang haji adalah kesabarannya, penampilannya tenang, dan tidak meledak-ledak. Ini merupakan salah satu buah yang diperoleh dari perjalanan spiritualnya. Karenanya, ada yang menjadikan sabar sebagai salah satu alat ukur, apakah seorang yang berhaji mabrur atau tidak.

Baca Juga

Mereka yang telah berketetapan hati melaksanakan haji, berarti telah menjatuhkan pilihan untuk mengikuti sebuah prosesi yang hampir seluruh aktivitasnya memerlukan kesabaran. Dari ketika memulai menabung ongkos, mendaftarkan diri, mengurus persyaratan administrasi, saat berada di embarkasi, sampai pada pemberangkatan ke Tanah Suci.

Acara-acara ritual seperti tawaf, sa'i, wukuf di Arafah, melempar jumrah di Mina, tak satu pun terlepas dari landasan kesabaran. Sebaliknya, sangat mustahil seseorang bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut tanpa bersikap sabar.

Kesabaran dalam pelaksanaan haji sudah dicontohkan oleh pelaku pertama haji Nabi Ibrahim as, ketika dia diuji Allah lewat perintah mengurbankan putranya, Ismail. Kendati tidak masuk dalam rukun atau wajib haji, tapi ibadah kurban hanya sah dilakukan pada hari yang ditentukan, yakni tanggal 10, 11, 12, dan 13 di bulan Dzulhijjah.

Begitu pula dengan Siti Hajar yang bersusah payah mencarikan minum bagi putranya, Ismail. Di tengah padang pasir yang tandus dia harus berjuang dengan sabar mencari air demi mengobati rasa haus Ismail. Perjuangan Siti Hajar dengan berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke Marwah, kini dijadikan salah satu rukun haji, yang disebut dengan sa'i.

Di dalam Alquran, berita tentang ibadah haji juga diletakkan berderetan dengan ayat-ayat Allah yang membawa berita tentang kesabaran. Pada surat Al Baqarah ayat 153 hingga 157 Allah bercerita tentang kecintaannya dan penghormatannya pada orang-orang yang sabar, sementara pada ayat 158, Allah bercerita tentang haji.

Sebagai ibadah yang dibangun di atas fondasi kesabaran, mempersiapkan dan melaksanakan haji haruslah steril dari ketergesa-gesaan, perilaku maksiat dan dosa, atau perbuatan meninggalkan tanggung jawab yang dibenci oleh Allah. Karena itu, seorang (calon) haji haruslah terlebih dulu menyelesaikan segala tugas dan kewajibannya secara maksimal.

Kalaupun dia kepala keluarga, maka harus mencukupi kebutuhan keluarganya. Dan bila seorang pemimpin masyarakat harus menyelesaikan tugas-tugas kemasyarakatan atau tugas kenegaraannya.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement