REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tujuan sensus yang cukup signifikan yakni mengetahui data demografi. Administrasi kependudukan dibuat secara terorganisasi. Ini berdasarkan hasil sensus. Sebuah metode dirintis, yaitu dengan mengenalkan semacam kartu penduduk kepada tiap-tiap warga.
Seperti dikatakan Wadad al-Qadi, praktik itu untuk kali pertama diberlakukan di Mesir pada awal abad delapan. Ketika itu, Mesir diperintah oleh Gubernur Usama bin Zayd. Beberapa kota, antara lain Kairo dan Alexandria, merupakan kota metropolitan yang banyak disinggahi para pendatang.
Oleh karena itu, diperlukan penanda identitas penduduk. Warga asli memperoleh semacam kartu penduduk. Di dalamnya berisi sejumlah informasi pribadi, semisal nama, tempat tinggal, usia, dan pekerjaan. Kartu itu juga dibutuhkan ketika seseorang hendak bepergian.
Sebab, itu akan memudahkan administrasi di wilayah tujuan. Selain itu, tanda penduduk bermanfaat bagi pengenaan pajak penghasilan. Kartu pengenal juga ditetapkan batas waktunya. Saat masa berlaku berakhir, pemegang kartu harus harus memperbaruinya di kantor-kantor pemerintah.
Qadi menuturkan, mekanisme kartu penduduk juga berfungsi mengontrol populasi penduduk di sebuah wilayah. Sejarawan Barat bernama Constantine Papostolos menambahkan, pada perkembangannya, kartu penduduk di Mesir memuat sejumlah informasi tambahan. Antara lain ialah data diri berupa ciri fisik si pemilik kartu, mulai dari bentuk hidung, tinggi badan, hingga warna rambut.
Dia mengatakan, kartu itu berfungsi mengindentifikasi penduduk berdasarkan latar belakang agama. Pada beberapa hal, masalah ini menyangkut penguasaan wilayah.
Sejumlah khalifah menghendaki komposisi penduduk pada satu kawasan lebih banyak diisi oleh warga Muslim. Sering untuk menambah populasi warga Muslim, penguasa membangun permukiman baru di kawasan tertentu, selain dengan menempatkan pendatang Arab Muslim.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
