REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Muttaqin Sholihin
Pada masa pemerintahan Hisyam Bin Abdul Malik, penduduk padang pasir dilanda kemarau. Berdatanganlah para kepala suku menghadapnya. Lalu, sang khalifah duduk bersama mereka. Di antara para kepala suku tersebut terdapat pemuda berumur empat belas tahun bernama Darwas Bin Habib. Kehadiran Darwas membuat Hisyam merasa disepelekan. Menolehlah ia kepada sang penjaga pintunya dan berkata sampai terdengar oleh kaum itu. "Apa yang diinginkan seseorang hingga sampai di sini, sedangkan umurnya masih anak-anak."
Berkatalah Darwas, "Ya, Amirul Mukminin, sesungguhnya masuknya saya di sini tidak akan menyusahkan engkau. Tidak mengurangi sesuatu apa pun darimu, tetapi ini hanya suatu kehormatan saja bagi saya. Sebenarnya mereka inilah yang ingin datang menghadapmu untuk mengurus sesuatu, tetapi mereka takut menyampaikannya." Perkataan pemuda itu sungguh mengagumkan sang khalifah, sehingga membuat marahnya mereda. Dan berkatalah dia, "Kalau begitu, katakanlah apa yang engkau inginkan."
Lalu pemuda itu berkata, "Ya, Amirul Mukminin, tiga tahun musibah menimpa kami. Satu tahun melelehkan lemak kami, satu tahun memakan daging, dan satu tahun lagi menghancurkan tulang. Sedangkan di hadapanmu berlimpah harta benda. Bagaimana jika harta itu untuk kami? Apa yang menyebabkan harta benda itu tidak pernah sampai ke tangan kami? Jika harta benda itu untuk Allah, maka bagi-bagikanlah kepada para hamba-Nya. Dan jika harta benda itu untuk engkau, maka sedekahkanlah untuk kami.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang suka bersedekah." Banyak mutiara hikmah yang bisa dipetik dari riwayat tersebut. Penguasa dan rakyat bagaikan jiwa dan raga. Tak ada kehidupan baginya jika tidak bersamanya. Penguasa harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Ketika rakyatnya menderita sebagai akibat dari krisis multidimensional yang berkepanjangan, penguasa harus siap untuk menderita bersama-sama rakyat dan bersama-sama berusaha bangkit dari krisis.
Begitu juga ketika meraih kemenangan dan kesenangan. Penguasa harus dapat membaginya secara adil kepada seluruh rakyatnya. Sehingga, rakyat dapat ikut merasakan dan menikmati jerih payah mereka. Apabila penguasa dan rakyat dapat menyadari peran dan tanggung jawabnya masing-masing, tentunya kemakmuran akan dapat terwujud. Tentunya kemakmuran yang diharapkan adalah yang adil, merata, dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Penguasa juga harus dapat mencerna aspirasi rakyat yang dapat memajukan bangsa, meski datangnya dari rakyat kalangan bawah sekalipun. Penguasa harus peka dan segera mengambil kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Dalam posisi tersebut penguasa jangan sampai ragu-ragu dalam mengambil tindakan selama tindakannya masih dalam jalur yang benar.
Sikap transparan dari penguasa pun sangat dibutuhkan supaya rakyat dapat melihat kinerja penguasa, dan sekaligus dapat mengingatkan ketika penguasa sudah keluar dari aturan yang benar. Kedekatan dan tenggang rasa antara penguasa dan rakyatnya seperti inilah yang akan menjadikan suatu bangsa menjadi adil dan makmur.