REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh mengecam keras perhelatan sepakbola putri yang rencananya akan digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Kota Lhokseumawe, Aceh akhir Juli 2019.
"Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, tidak wajar melaksanakan kegiatan semacam itu. Karena menjatuhkan harkat, dan martabat rakyat Aceh," kata Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rizki Ardial mewakili Dema di Banda Aceh, Jumat (7/5).
Pihaknya sangat menyayangkan tahap seleksi pemain sepakbola puteri khusus U-17 yang telah digelar pada 30 Juni 2019 di Stadion PT Perta Arun Gas di Lhokseumawe menjelang pelaksanaan kompetisi.
Dia mengatakan, sepakbola puteri tidak sesuai dengan kultur dan kearifan lokal masyarakat di Aceh yang memegang teguh pelaksanaan syariat Islam.
Oleh sebab itu, mahasiswa Ar-Raniry Banda Aceh mendesak Pemerintah Aceh agar segera membatalkan keberlangsungan liga tersebut, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan degradasi moral terhadap kaum hawa di provinsi berjuluk "serambi Makkah".
"Di saat penerapan syariat Islam secara kaffah sedang kita upayakan di Aceh, maka jangan ada upaya dari pihak lain untuk mengganggu dengan hal-hal yang demikian," katanya.
Jika perhelatan sepakbola putri tetap digelar di provinsi paling barat Indonesia ini, kata dia, maka kemungkinan akan terjadi konflik kepentingan yang dapat memecah kedamaian dalam masyarakat di Aceh.
Mereka mengancam akan turun langsung ke lapangan sepakbola, jika pihak penyelenggara tidak mengindahkan peringatan yang diberikan kalangan mahasiswa tersebut.
"Kami meminta kepada penyelenggara untuk membatalkan acara itu, karena tidak sesuai kearifan lokal yang ada di Aceh," ujar Rizki.
Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Organisasi Kepemudaan (OKP) Pengawal Syariat Islam Kota Lhokseumawe pekan ini menyatakan secara tegas menolak sepakbola puteri U-17 yang akan dilaksanakan di Lhokseumawe pada Juli hingga September 2019.
"Kami menolak segala bentuk kegiatan bertentangan syariat Islam, dan kearifan lokal masyarakat Aceh. Karena hal itu (sepakbola puteri) sangat bertentangan dengan harkat, martabat, dan marwah perempuan Aceh yang berlandaskan syariat Islam dan kearifan lokal," ujar Koordinator Aksi, Teungku Sulaiman Lhokweng.