Jumat 05 Jul 2019 06:00 WIB

Kiprah Hakim Muslimah di India Lindungi Hak Kaum Hawa

Hakim Muslimah di Indonesia berperan lindungi hak kaum Hawa.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Palu hakim (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Palu hakim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyelesaian perkara sesuai hukum Islam atau syariat umumnya dijalankan pria. Namun, di India, belakangan ini hakim syariat wanita muncul dan semakin menunjukkan perannya. Di India, hakim yang mengatur sesuai hukum Islam itu disebut qazi. 

Bhartiya Mahila Muslim Andolan (BMMA), sebuah organisasi yang diluncurkan pada 2007 di India yang mengadvokasi hak-hak sekuler, mulai melatih Muslimah menjadi qazi. Salah seorang pendiri BMMA, Noorjehan Safia Niaz, mengatakan umumnya semua versi syariah yang diikuti saat ini sangat patriarki. 

Baca Juga

Dia mengemukakan, bahwa wanita kerap menderita. Karena itu, peningkatan munculnya qazi perempuan menjadi semacam kompromi dan peluang atas lebih banyak keadilan bagi kaum hawa.  

"Mereka (wanita) menjadi korban nikkah halala (sebuah praktik di mana seorang wanita yang pernah bercerai dengan suaminya harus menyelesaikan pernikahannya dengan pria lain jika dia ingin menikah lagi dengan suami pertamanya), pernikahan poligami dan perceraian sepihak," kata Niaz, dilansir di Aljazeera, Kamis (4/7). 

BMMA menyusun sendiri kurikulum, di mana wanita mempelajari Alquran dari perspekitif feminis dan merujuk pada konstitusi India. Sehingga, mereka d

apat membuat keputusan dengan tetap memperhatikan hukum negara.  Kemunculan qazi tampaknya menjadi kian populer. Menurut Niaz, ada 30 lebih wanita yang ingin mendaftar dalam pelatihan qazi angkatan kedua oleh BMMA. Meski belum mengeluarkan fatwa atas pekerjaan yang para qazi perempuan itu lakukan, namun keberadaan mereka menurutnya adalah hal yang positif. 

Menurut BMMA, ada 15 qazi perempuan yang tersebar di India, termasuk di Bengal Barat, Maharashtra, Karnataka, Rajasthan, Tamil Nadu, dan Orissa. BMMA sendiri didanai oleh donor dan badan amal swasta. Seorang qazi dari Bandra di pinggiran Kota Mumbai Barat, Hina Siddiqui (47), mengatakan BMMA memiliki lebih dari 150 kasus di pusat lembaga mereka.  

"Meskipun tidak seperti qazi pria, dalam setiap kasus kita memanggil pria dan wanita yang terlibat. Kita tidak mendengar hanya satu sisi dari cerita," kata Siddiqui.

Sejak adanya talak tiga (perceraian instan) yang dilakukan pria Muslim dianggap tidak konstitusional di India, Siddiqui dan rekan-rekannya telah menyaksikan peningkatan jumlah wanita yang tertekan di kantor mereka.

Qazi perempuan lain di Bandra, Zubeda Khatoon (60), mengungkapkan bahwa kaum pria di India kini takut memberikan talak tiga. Sehingga, mereka melakukan pelanggaran terhadap istri mereka baik secara fisik maupun emosional. Dengan begitu, mereka berharap istrinya akan meninggalkan mereka.

"Cara lain pekerjaan ini dalam mendukung pria adalah bahwa menurut hukum syariat jika seorang wanita meminta cerai, suaminya yang berutang padanya tidak ada kewajiban," kata Khatoon.

Di sinilah, kata dia, qazi perempuan masuk dan berusaha memastikan bahwa wanita menerima hak-hak hukum mereka. Hal itu termasuk menerima mehr atau mahar (sejumlah uang yang diberikan kepada pengantin wanita pada hari pernikahannya), tunjangan dan barang-barang yang ia kontribusikan ke rumah setelah menikah. 

Selama dua tahun Siddiqui dan Khatoon menjalankan peran sebagai qazi, mereka hanya memimpin satu perceraian yang disetujui kedua belah pihak. 

Dalam perkara demikian, Khatoon mengatakan mereka bisa mendapatkan sebanyak dua lakh sebagai pemeliharaan bagi pihak istri dari suaminya. Namun, kata dia, kebanyakan orang masih lebih suka perceraian mereka dikeluarkan pada kop surat qazi laki-laki. 

photo
Hakim (Ilustrasi)

Peran qazi perempuan di India kian meningkat. Bahkan, awal tahun ini, untuk pertama kalinya qazi perempuan yang dilatih BMMA melangsungkan sebuah pernikahan. Salah seorang warga India yang menggunakan jasa hakim syariah perempuan ini adalah seorang Muslim Inggris bernama Maya Rachel McManus. 

Dia dan suaminya memutuskan untuk menggunakan jasa wali hakim perempuan untuk melangsungkan pernikahannya. Pasangan ini merasa tidak puas dengan hakim pria yang mereka dekati. "Mungkin pernikahan multikultural saya akan disukai jika qazi adalah laki-laki," ujarnya.

Menurut McManus, ada proses yang ketat bagi pasangan yang ingin menikah dengan menggunakan jasa qazi perempuan. Melalui jangka waktu satu bulan, para hakim tersebut memverifikasi rincian calon pengantin. Hal itu termasuk identitas mereka, status ekonomi, status perkawinan, dan bahkan marzi mereka, atau alasan pribadi untuk menikah. Langkah demikian dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya pernikahan yang curang.

"Mereka (qazi perempuan) menjelaskan berbagai aspek prosedur pernikahan kepada saya. Mereka sangat membantu. Dukungan semacam ini tidak datang dari qazi pria yang saya dekati sebelumnya," tambahnya. 

Bagaimanapun, keberadaan qazi ini mendapatkan berbagai tanggapan yang berbeda. Tidak semua pihak sepakat bahwa qazi perempuan dapat melindungi kepentingan wanita Muslim dengan lebih baik. Pemimpin Muslim Syed Moinuddin Ashraf dari Masjid Jama Sunni di Mumbai kepada The Hindustan Times mengatakan, tidak ada qazi perempuan dalam Islam.  "Itu hanya sesuatu di zaman baru," ujarnya. 

Seorang profesor studi Islam di Universitas Notre Dame di Indiana, Ebrahim Moosa, mengatakan praktik qazi perempuan adalah novel di India, tetapi idenya bukanlah novel. "Muslim di India Utara mengikuti madzhab hukum Hanafi selama berabad-abad yang memungkinkan perempuan menjadi hakim," kata Moosa.

Dia menambahkan, beberapa aliran pemikira Islam seperti Syafi'i, Ahlul Hadist, dan Salafi, memang melarang wanita menjadi qazi. Kendati begitu, menurutnya, qazi perempuan tetap diperbolehkan secara agama. 

"Tidak ada ajaran dalam Alquran atau tradisi kenabian yang melarang perempuan menjadi qazi. Bahkan istri dari Nabi Muhammad, yang dikenal sebagai Sayyida Aisha, melakukan dan meresmikan pernikahan dari beberapa orang," tambahnya. (Kiki Sakinah)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement