Jumat 05 Jul 2019 02:40 WIB

Menikmati Ibadah

Ibadah merupakan rupa-rupa pengabdian kita kepada-Nya.

Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Supriyadi

Sebagai makhluk hidup, manusia mempunyai tugas suci di muka bumi ini sebagai khalifah. Akan tetapi, tujuan Allah menciptakan manusia ialah untuk mengabdi kepada-Nya yang dalam hal ini kita definisikan sebagai ibadah. Ibadah merupakan rupa-rupa pengabdian kita kepada Zat yang patut kita abdikan diri kita kepada-Nya.

Ibadah itu banyak bentuknya. Secara garis besar, kita bisa mengelompokkan ibadah itu dalam dua jenis; ibadah mahdlah dan ibadah ghair mahdlah. Ibadah mahdlah adalah iba dah yang jelas dalil syariatnya sebagai ritual formal penyem bahan kita kepada Allah, misal shalat, puasa, dan lainnya. Sementara itu, ibadah ghair mahdlah adalah ibadah yang selain berbentuk ritual formal, tapi inti darinya ialah menyembah Allah, misal tersenyum kepada teman, menyingkirkan duri di jalan agar tidak mencelakakan orang yang lewat, ber bakti kepada kedua orang tua, dan lain sebagainya.

Allah telah berfirman dalam surah al-Dzariyat ayat 56: "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Jika kita mencermati firman Allah tersebut, kita pun memahami bahwa kita memang diciptakan agar kita beribadah kepada-Nya. Karena tujuan penciptaan kita (manusia) itu adalah untuk mengabdi kepada Allah, sudah semestinya kita menikmati ibadah. Menikmati ibadah itu tidaklah membuat kita terbebani karena kepayahan yang kita alami. Oleh karena itu, tidak seharusnya ibadah itu menjadi beban bagi kita.

Sebagai contoh, shalat. Setelah kita mendirikan shalat, tentu kita tidak usah memikirkan, apakah shalat kita itu sah atau tidak, diterima Allah atau tidak, mendapatkan pahala atau tidak. Jika kita berpikir demikian, shalat hanya akan menjadi beban dalam hidup kita sehari-hari. Padahal, telah jelas bahwa kita sebagai manusia itu diciptakan untuk beribadah kepada Allah.

Seharusnya, setelah kita selesai mendirikan shalat, kita merasa senang dan bahagia karena kita telah menunaikan sebagian dari tujuan penciptaan kita sebagai manusia, yakni beribadah. Jika mempertanyakan shalat yang telah kita lakukan—sah atau tidak, diterima atau tidak, berpahala atau tidak— kita sesungguhnya sekadar menggugurkan kewajiban menjalankan tugas untuk menyembah-Nya.

Begitu pula, dengan bentuk ibadah selain shalat, yakni zakat, haji, puasa, dan lain sebagainya. Jika setelah me nger jakan itu semua kita malah mempertanyakan keabsahan dan lainnya, kita tidak bisa merasakan kenikmatan ibadah. Dengan demikian, ibadah itu pun harus kita landasi dengan cin ta kepada Allah. Sehingga, bukan nilai ibadah yang kita kejar, me lainkan keridhaan Allah serta peng ung kapan ekspresi cinta kita kepada-Nya. . Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement