REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir se-Indonesia (AIAT) Sahiron Syamsuddin menjelaskan, bahasa Arab dalam Alquran memiliki nuansa makna yang sangat dalam. Dengan begitu, membaca terjemahan Alquran saja sebenarnya tidak cukup. Sebab, seseorang mesti juga membaca tafsirnya supaya benar-benar paham Firman Allah.
Sahiron mengatakan, kadang-kadang satu lafal di dalam Alquran memiliki makna lebih dari satu. Makna yang banyak tersebut bahkan bisa terkait satu sama lain sehingga susah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lainnya secara utuh.
"Jadi apa yang kita sebutkan di dalam bahasa Indonesia itu hanya menunjukan satu nuansa makna saja (dari satu lafal yang ada di dalam Alquran --Red)," kata Sahiron kepada Republika.co.id, Kamis (4/7).
Menurutnya, bahasa Jawa dan Jerman--sebagai contoh--juga memiliki nuansa makna yang banyak dan dalam. Namun, saat menerjemahkan Alquran ke dalam dua bahasa itu tetap saja seseorang perlu berpikir dengan keras. Artinya, tetap tidak mudah.
"Intinya bahasa Arab (yang dipakai Alquran) memiliki kedalaman makna yang luar biasa, yang susah diterjemahkan secara Letterlijk," jelasnya.
Maka, Sahiron menerangkan, sebenarnya bukan hanya terjemahan Alquran yang dibutuhkan masyarakat tetapi tafsirnya juga. Kalau membaca terjemahan Alquran sekaligus membaca tafsirnya akan lebih bisa dipahami.
Ia menjelaskan, ada ayat-ayat di dalam Alquran yang mudah untuk dipahami. Tetapi ada ayat-ayat yang sulit dipahami sehingga membutuhkan tafsir. Apalagi jika ayat-ayat tersebut berkaitan dengan hubungan antar manusia atau hubungan antar gender.
"Contoh lainnya ayat-ayat tentang perang, kalau hanya membaca terjemahan saja itu bisa menjadi fundamentalis (pembacanya) atau bisa menjadi teroris, makanya perlu tafsirnya," jelasnya.
Sahiron menegaskan, intinya menyempurnakan dan uji sahih terjemahan Alquran bertujuan untuk membantu masyarakat supaya bisa mudah memahami isi Alquran. Tapi terjemahan saja tidak cukup karena harus dilengkapi dengan tafsir Alquran, itu sebabnya Kementerian Agama juga punya tafsir Alquran.
"Kalau kita masuk ke dalam tafsir maka kemudian pengembangan penafsiran harus dilakukan sepanjang masa, ini karena kedalaman makna (bahasa Arab di dalam Alquran) itu," ujarnya.