Kamis 04 Jul 2019 14:59 WIB

Penawar Keresahan Jiwa

Ada empat hal yang bisa dilakukan untuk meredakan keresahan

Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail

Dikisahkan, orang-orang kafir terus menghalang-halangi dakwah Rasul dan terus menyerang serta mengolok-oloknya sehingga Nabi merasa tidak nyaman, bahkan resah. Dalam suasana demikian, diturunkan kepada Nabi SAW Alquran surah al-Hijr ayat 97-99.

Baca Juga

Dipertanyakan, apakah secara kejiwaan Rasulullah mengalami perasaan gelisah, tidak senang (unhappy), atau sempit dada seperti ditunjuk ayat di atas? Menurut pakar tafsir al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb, Rasulullah dilihat dari sisi kemanusiaan nya (bayariyyah), boleh jadi mengalami perasaan semacam itu. Hanya saja, Rasulullah SAW kemudian mendapat petunjuk dan bimbingan secara langsung dari Allah SWT.

Menunjuk pada ayat tersebut, agar terbebas dari perasaan sedih atau gelisah, Rasulullah SAW diperintahkan Allah SWT agar melakukan empat hal, yaitu menyucikan Allah (tasbih), memuji kebesaran dan keagungan Allah (tahmid), melakukan shalat (bersujud), dan ibadah kepada Allah SWT sampai datang kematian. Petunjuk ini tidak hanya penting bagi Nabi, tetapi lebih penting lagi bagi umat manusia, khususnya kaum beriman.

Perintah pertama, tasbih, sesungguhnya dimaksudkan untuk menolak anggapan dan kepercayaan sesat kaum kafir yang menyangka ada tuhan-tuhan lain selain Allah (QS al-Hijr [15]: 96) dan memandang Allah memiliki anak-anak perempuan (QS al-Shaffat [37]: 149).

Tasbih itu bermakna tanzih Allah, yaitu menyucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Tasbih juga bermakna mengosongkan pikiran kita dari prasangka buruk (su'u al-zhann) dan sebaliknya membangun prasangka baik, positive thinking (husn al-zhann) kepada Allah. Positive thinking ini menimbulkan harapan (optimisme) yang mengeliminasi kecemasan.

Perintah kedua adalah tahmid yang berarti memuji keagungan dan kebesaran Allah. Tahmid merupakan kelanjutan logis dari tasbih. Logikanya, kalau Allah adalah Tuhan yang Mahasuci, bebas dan terlepas dari segala bentuk kekurangan (munazzahun `an al-naqa'ish) maka milik-Nya segala kemuliaan dan keagungan. Maka, kita ucapkan alhamdulillah (segala puji milik Allah). Jadi, bagi kaum Muslim, tasbih dan tahmid itu (juga takbir) menggambarkan psychocological stages yang menjamin ketenteraman batin.

Perintah ketiga adalah sujud (min al-sajidin). Semua pakar tafsir sepakat, maksud sujud ini adalah shalat. Seperti dimaklumi, shalat adalah media komunikasi yang ampuh antara manusia dan Allah, Tuhannya. Melalui shalat, orang beriman berdialog (munajat) dengan Allah. Dialog ini mencerahkan dan mendatangkan kebahagiaan. Rasulullah SAW bila ditimpa kesulitan langsung melakukan shalat (HR Ahmad dan Abu Daud).

Lalu, perintah keempat, beribadah sampai manusia menumui ajalnya. Ibadah di sini, bagi Ibn Katsir, juga Zamahsyari, tak hanya shalat, tapi semua kebaikan dan kepatuhan (kull al-tha`ah) kepada Allah. Bagi kaum beriman, tak boleh berlalu suatu waktu tanpa ibadah dan amal saleh.

Siapa yang melaksanakan keempat macam ibadah ini, menurut al-Razi, ia akan mengalami pencahayaan ilahi (adhwa' 'alam al-rububiyyah) yang membuatnya mampu menghadapi godaan dunia. Di matanya, dunia menjadi kecil sehingga kedatangannya tak membuatnya gembira, kepergiannya pun tak membuatnya berduka. Inilah obat keresahan jiwa yang paling manjur. Wallahu a`lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement