Rabu 03 Jul 2019 15:43 WIB

Humanity Water Tank Distribusikan Ratusan Liter Air di Gaza

Konflik yang telah terjadi di Jalur Gaza membuat beberapa titik mengalami krisis air.

Humanity Water Tank ACT menyalurkan bantuan air bersih untuk warga Gaza.
Foto: ACT
Humanity Water Tank ACT menyalurkan bantuan air bersih untuk warga Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik yang telah terjadi di Jalur Gaza membuat beberapa titik mengalami krisis air. Untuk mengatasinya, dua Humanity Water Tank (HWT) dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) berkeliling mendistribusikan ratusan liter air untuk warga Palestina yang berada di daerah krisis air.

Andi Noor Faradiba dari tim Global Humanity Response (GHR)-ACT mengatakan, distribusi air bersih yang dilakukan hampir setiap hari ini merupakan jawaban atas kebutuhan yang mendesak di Palestina.

Baca Juga

“Tidak pernah ada yang tahu kapan listrik di Gaza mulai menyala, lebih sering di pagi sampai siang hari listrik itu justru padam. Artinya kalau listrik padam, tidak ada air bersih yang bisa mengalir. Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan akan truk water tank sangat diperlukan,” jelas Faradiba, Senin (1/7) lalu.

Humanity Water Tank ini akan berkeliling di lima wilayah di Gaza yang semuanya terbagi lagi menjadi puluhan titik distribusi. Setelah hampir dua minggu berkeliling daerah-daerah tersebut, truk akan kembali lagi di titik awal mereka mulai sebelumnya dan mengulangi distribusi lagi seperti yang telah mereka lakukan.

photo
Humanity Water Tank ACT menyalurkan bantuan air bersih untuk warga Gaza.

Selain di pemukiman warga, Faradiba juga mengatakan Humanity Water Tank juga akan mendistribusikan bantuan air bersih kepada fasilitas-fasilitas umum misalnya saja sekolah, masjid, klinik dan sarana-sarana umum lainnya.

“Dengan begitu truk ini diperkirakan akan memberikan kemanfaatan kepada 19.400 orang selama satu minggunya, di mana untuk satu orang akan menerima 20 liter air bersih. Dengan adanya bantuan air bersih ini, kami berharap dapat meringankan beban Palestina terutama di tengah konflik yang seringkali meletus tiba-tiba,” kata Faradiba.

Michael Lynk, salah seorang Pelapor Khusus di Perbsatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan, pada 2017, lebih dari 96 persen akuifer pesisir Gaza, yang merupakan sumber air utama bagi penduduk Gaza, tidak layak dikonsumsi manusia. Alasannya di antaranya adalah ekstraksi yang berlebihan karena populasi Gaza yang sangat padat.

Air terkontaminasi oleh limbah dan air laut, blokade Israel selama 12 tahun lamanya, dan perang asimetris yang telah membuat infrastruktur Gaza lumpuh parah dan terus-menerus kekurangan listrik, sebut Lynk dalam laporan yang dipublikasikan pada 18 Maret 2019 untuk Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement