Sabtu 29 Jun 2019 13:40 WIB

Kisah Imam Nawawi Melawan Penguasa

Tajamnya lidah Imam Nawawi membuat penguasa murka.

Burung merpati terbang di Alun-Alun Marjeh di Damaskus, Suriah, Sabtu, 27 Februari 2016.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar
Burung merpati terbang di Alun-Alun Marjeh di Damaskus, Suriah, Sabtu, 27 Februari 2016.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Abu Zakaria bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi merupakan ulama besar asal Damaskus. Dia lahir di sebuah tempat bernama Nawa pada 631 H. Ulama yang akrab disebut dengan Imam Nawawi ini memiliki karya tulis yang amat banyak. Satu karya paling terkenal adalah Hadis al-'Arbain.

Tak hanya berada di belakang meja, Imam Nawawi juga menjadi seorang ulama yang berjuang melawan kezaliman penguasa. Pada satu ketika, kemarau panjang terjadi di bumi Syam. Tanah pertanian begitu kering, sementara banyak ternak yang mati. Rakyat pun hidup dalam kemiskinan.

M Anwar Djaelani dalam Jejak Kisah Pengukir Sejarah mengungkapkan, dalam kondisi yang serbasulit ini, tersiar kabar jika bangsa Mongol dan Tartar akan menyerang. Mereka dikenal kejam dan sangat memusuhi Islam. Rakyat takut mereka akan menghancurkan Syam.

Raja Zhahir Baibars, penguasa Syam, memerintahkan seluruh rakyat Syam untuk membayar dana perang. Raja pun memanggil semua ulama untuk dimintai pertimbangannya. Dana perang harus terkumpul dan pendapat ulama akan dijadikan alat legitimasi.

Banyak ulama sepakat, tetapi ada juga yang menolak. Namun, setelah diintimidasi aparat negara, mereka akhirnya menyetujui, bahkan ikut menyosialisasikannya. Meski begitu, masih ada ulama yang kukuh menolak rencana pengumpulan dana perang itu. Dialah Imam Nawawi. Sosok ulama Syafi'iyah ini memilih untuk mengambil risiko demi menjelaskan yang hak dan batil.

Raja pun mengumpulkan semua ulama di istana untuk mengesahkan undangundang itu. Imam Nawawi dikisahkan datang dengan muka tegak, berbeda dengan ulama lainnya yang menunduk. Dia memandang ke arah raja dan para pembesar yang mengelilinginya.

Raja sempat bertanya mengapa sang imam tak mengikuti perintahnya. Dia pun menyangka sang imam ingin agar negerinya diduduki bangsa lain. Imam Nawawi berargumentasi, "Sesungguhnya rakyat Syam sekarang telah melarat. Berat bagi mereka untuk membayar dana perang. Terkait dana perang, bukankah masih ada dana lain yang bisa ditarik?"

Imam Nawawi lantas menyodorkan berbagai fakta yang terjadi. Dia mempertanyakan status raja yang sebelumnya merupakan budak dan belum membayar tebusan untuk memerdekakan dirinya. Fakta lainnya adalah ribuan pegawai kerajaan yang memiliki pakaian kebesaran mewah dan ditaburi emas permata. Tak hanya itu, istana pun memiliki dayangdayang dengan perhiasan dan pakaian mewah.

Tajamnya lidah Imam Nawawi membuat raja murka. Dia pun meng usir imam saleh itu dari negeri Syam. Imam Nawawi setuju dengan permintaan raja untuk pergi dari tanah kelahirannya sendiri. Uniknya, para ulama Syam me minta raja untuk mencabut keputusan itu. Mereka meminta sang imam di kembalikan lagi ke Damaskus. Meski raja sudah menyetujuinya, sang imam menolak. Imam Nawawi hanya akan masuk kembali ke Damaskus jika raja itu keluar dari istananya. Sebulan setelah kejadian itu, raja mangkat dan Imam Nawawi kembali ke kampung halamannya.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement