Rabu 26 Jun 2019 22:02 WIB

Muhammadiyah Nilai Pengawasan Obat Halal Perlu Ditingkatkan

Peredaran obat-obatan yang tidak halal masih marak.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nashih Nashrullah
Obat-obatan.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Obat-obatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menilai pengawasan yang lemah khususnya pada obat-obatan yang berlabel halal. Dia mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki ini, apalagi Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan mulai diterapkan pada Oktober 2019 mendatang.

“Secara detail kami tidak ada data khusus untuk persentase pengawasan obat yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi kalau melihat data dari BPJPH sebesar itu, berarti ada pengawasan yang lemah,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukayat saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (26/6). 

Baca Juga

Pemerintah, dikatakan dia, perlu melakukan sejumlah tindakan-tindakan lebih sigap lagi dalam pengawasan kehalalan terhadap produk-produk yang ada, khususnya obat-obatan. 

Dia sepakat dengan gagasan adanya kerja sama antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, untuk mengawasi obat-obatan. 

“Hal ini penting untuk memberikan jaminan kehalalan atas semua obat dan vaksin yang digunakan di Indonesia, apalagi mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Jadi jaminan halal menjadi sebuah keniscayaan,” kata Mukayat. 

Selanjutnya, menurut dia, semua produk-produk makanan dan obat-obatan yang diproduksi atau yang didatangkan ke Indonesia, harus punya jaminan halal. Setelah ada landasan hukumnya, maka ini sangat penting agar masyarakat Indonesia menjadi tenang dan terjamin. 

Sebelumnya, sejumlah vaksin sempat ramai dibicarakan karena kehalalannya yang belum terjamin. Misalnya saja vaksin Measles Rubella (MR), yang pada akhirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinilai mampu mengakhiri perdebatan soal vaksin.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, menyebut isu kehalalan vaksin MR tidak perlu lagi dipermasalahkan. Hal ini mengingat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa jika vaksin tersebut bisa digunakan selama tidak ada cara lain. 

Kemudian vaksin Bacillus Calmette–Guérin (BCG) produksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penghasil vaksin Bio Farma, sempat dikategorikan tidak halal, namun akhirnya resmi mengantongi sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikat halal tersebut diperoleh per 18 April 2019.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement