REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merv adalah kota yang memiliki sejarah gemilang di abad pertengahan. Kota ini membentang di wi layah Khurasan yang kini dikenal sebagai Turkmenistan atau Turkmenia, sebuah negeri yang bertetangga dengan Uzbekistan.
Para ahli geografi Islam mencatat, pada masa keemasannya Merv merupakan kota dengan sistem pertanian dan irigasi yang sangat terorganisasi. Kota ini menerapkan sistem irigasi dan bendungan dengan pasokan air yang diatur dengan alat ukur.
Di bawah pemerintahan Abbasiyah, Merv ditetapkan sebagai ibu kota kawasan timur. Kemakmuran Merv berlangsung pada abad kedelapan hingga ke-13. Ahli geografi al-Mu qaddasi mengatakan, pada paruh kedua abad ke-10 kota ini sempat mengalami kehancuran. Kala itu, pinggiran kota hancur, begitu pula benteng pertahanan kota. Tapi, pada abad berikutnya, di bawah Kesultanan Seljuk, ben teng itu diperbaiki dan dibangun lebih besar.
Pada abad ke-11 Merv dinobatkan sebagai pusat perekonomian dan perdagangan. Saat itu, banyak sekali pasar, toko-toko pengrajin, penukaran uang, pembuat emas, penenun, tukang tembaga, hingga pengrajin tembikar. Kota ini juga punya banyak masjid, madra sah, dan bangunan-bangunan admi nistrasi ne gara. Maka, tak aneh jika kota ini ju ga disebut sebagai pusat per adaban.
Salah satu yang terkenal dari Merv adalah produk tekstilnya, su tra berkualitas tinggi, dan sekolahse kolahnya yang unggul. Dianu gerahi kekayaan sumber daya alam mem buat Merv jadi salah satu penghasil kapas dan produk bahan mentah dengan tingkat ekspor yang bagus.
Letak geografis Merv yang berada di antara Asia barat dan ti mur, juga Cina, membuat ke giat an perdagangan kota ini makin maju sehingga menyaingi bidang per tanian yang saat itu menjadi pri madona. Yaqut al-Hamawi, ahli geo grafi terkemuka (wafat 1229 M), menghabiskan dua tahun hidupnya di Merv.
Dia mengunjungi berbagai perpustakaan di sana. Dia mengatakan, pada 1216 hingga 1218, terdapat 10 perpustakaan besar di kota itu. Menurut dia, ada salah satu wilayah di Merv yang men jadi sumber bagi bahan-bahan kamus geografinya.
"Sesungguhnya, aku ingin sekali tetap tinggal dan hidup dan mati di sana," tulisnya se bagaimana dilansir laman muslimheritage.com.
Dia juga mengatakan, kota itu memiliki dua perpustaan lain yang berada di dua mas jid besar yang mampu menampung seki tar 12 ribu buku atau lebih. Ada juga perpustakaan Sharaf al-Mulk yang menjadi satu komponen dengan madrasah Nizam al-Mulk. Perpusta ka an yang lebih tua didirikan pada masa pemerintahan Dinasti Samaniyah (kesultanan Sunni Iran) pada 819 hingga 999.