Jumat 21 Jun 2019 16:11 WIB

Betapa Eratnya antara Betawi dan Islam

Anak Betawi dahulu umumnya lebih diajarkan mengaji Islam dibanding sekolah formal

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Hasanul Rizqa
Pekerja menyelesaikan pembangunan Kampung Budaya Betawi di Setu Babakan, Jakarta, Kamis (14/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja menyelesaikan pembangunan Kampung Budaya Betawi di Setu Babakan, Jakarta, Kamis (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam dan Betawi bak asap dan api. Islam telah tertanam dalam kehidupan dan interaksi warga Betawi sejak lama. Ulama asli Betawi KH Ahmad Luthfi Fathullah menjelaskan, Islam di Betawi merupakan sebuah budaya yang dibangun turun-menurun. Menurut dia, ini terbukti dari banyaknya tulisan, penelitian, serta realitas di lapangan.

"Orang mengatakan bahwa Betawi sama dengan Islam. Orang Betawi ya orang Islam. Sekalipun ada nol koma sekian persen yang non-Muslim, tapi itu tidak mewakili orang Betawi secara keseluruhan," ujar dia kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Baca Juga

Bagi Kiai Luthfi, Islam dan Betawi sudah menyatu bagai budaya dan tradisi. Saking lekatnya, ia menyebut, banyak anak Betawi dahulu yang lebih diajarkan mengaji dibandingkan sekolah. Kiai Luthfi sendiri lebih dahulu mengenal hijaiyah dibanding huruf Latin. Tak hanya itu, anak-anak Betawi juga dikenalkan dengan kitab Sifat 20 yang isinya tentang akidah Islam.

Islam di Betawi merupakan budaya yang datang dari turunan keluarga. Sejak kecil, mereka sudah dibekali dengan ilmu pengetahuan agama yang baik dan jelas. Setiap anak di keluarga Betawi diharuskan belajar mengaji dan agama lewat kitab-kitab yang ada. Diawali dengan kitab Sifat 20, berlanjut ke kitab rawi atau sejarah sirah Nabi Muhammad SAW.

"Kita ada kultur agama yang kuat. Salah satunya tidak ada orang Betawi yang tidak Maulidan. Orang Betawi tidak ada yang tidak tahu rawian atau sejarah Nabi Muhammad SAW," lanjut dia.

Contoh lainnya, kedekatan Betawi dengan Islam terlihat dari cita-cita yang dimiliki tiap masyarakatnya. Gambaran ini ditunjukkan dengan jelas, salah satunya, dalam film Si Doel Anak Sekolah. Film itu menggambarkan jika sebuah keluarga menginginkan untuk bisa naik haji. Keinginan ini tidak mungkin muncul jika tidak didasari oleh ilmu dan agama yang kuat di dalamnya.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement