REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tatkala Amirul Mukminin Umar bin Khatab memberhentikan Mu'awiyah dari jabatannya sebagai gubernur Syam, Umar mencari-cari orang yang tepat untuk memegang amanah itu.
Saat itu, Syam adalah sebuah provinsi besar. Wilayah itu menjadi pusat perdagangan penting dan medan yang luas untuk mendapat kesenangan duniawi. Sejak beberapa abad sebelum kedatangan Islam, Syam telah menikmati hasil peradaban yang tinggi.
Karena itu, dalam pandangan Umar, tidak ada yang tepat menjadi amir di sana selain seorang yang zuhud. Orang yang berhak memimpin Syam mestilah seorang pemimpin yang zuhud, bijaksana, dan saleh. Setelah menimbang-nimbang, Umar pun berseru, "Aku sudah tahu! Bawalah Said bin Amir ke hadapanku!"
Pilihan Umar membawa Said bin Amir menduduki jabatan penguasa Homs. Walau sempat menolak, ia tak bisa melawan kehendak Umar. "Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu menolak. Apakah kalian suruh aku untuk memikul amanah dan khilafah ini kemudian kalian tinggalkan aku begitu saja seorang diri?" kata Amirul Mukminin dengan suara keras.
Di kota itu, Said bin Amir menjadi penguasa yang disegani dan dicintai rakyatnya. Sampai-sampai Umar bertanya, "Mengapa penduduk Syam mencintaimu?" Said hanya bisa menjawab, "Mungkin hal itu karena aku suka membantu dan menolong mereka."
Gaji dan tunjangan Said yang besar tak pernah mempermewah hidupnya. Suami istri itu menggunakan seperlunya, sedangkan sisanya mereka sedekahkan kepada rakyat yang miskin. Ia memberi keteladanan bagi penduduk Syam yang terbiasa hidup bergelimang harta.
Pemimpin amanah
Suatu saat, Khalifah Umar mengadakan kunjungan dinas ke Homs. Ia hendak mengetahui bagaimanakah Said, sahabatnya tersebut, menjalankan roda pemerintahan. Sang khalifah mendapat jawaban yang mengejutkan dari warga Homs. Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan Said bin Amir al-Jumahi baik, kecuali empat hal.
Mendengar jawaban itu, Umar penasaran. Keempat hal yang dimaksud itu adalah pertama, Said datang untuk bekerja tidak dari pagi hari. Kedua, ketika malam Said tidak pernah mau menerima tamu. Ketiga, satu hari dalam sebulan tidak menemui masyarakat. Terakhir, kadang-kadang Said tiba-tiba dapat jatuh pingsan. Rasa penasaran Umar kian memuncak.
Ia pun lantas menanyakan kebenaran informasi itu langsung kepada Said. Said menjawab bahwa mengapa ia tidak dapat melayani warga pada pagi hari lantaran tidak memiliki pembantu dan harus mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu.
Untuk jawaban kedua, ia mengatakan, hal ini dilakukan semata untuk membagi waktu. Pagi hingga sore untuk aduan masyarakat, sedangkan malam hari adalah waktu beribadah bagi Said. Ketiga, mengapa ia tidak menemui warga sebulan sekali ini sebab ia mesti mencuci baju yang lekat di badan sebulan sekali.
Dan untuk jawaban terakhir, ternyata pingsan yang dialaminya tersebut akibat kerap teringat atas kematian Khubaib bin Adi yang dibunuh kafir Quraisy. Said merasa berdosa tak bisa berbuat apa pun ketika sahabatnya terbunuh ketika itu.
Penjelasan yang disampaikan oleh Said itu akhirnya membuat lega hati Umar. "Alhamdulillah, penilaianku terhadap Said telah terjawab dengan jawabannya. Ia adalah salah satu Muslim terbaik dan setiap pertanyaan atas diri Said bin Amir al-Jumahi telah terjawab," ujar Umar.