REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “Aku memiliki segalah hal, ketenaran, uang, wanita, rumah mewah, dan semua yang diinginkan dalam hidup. Tapi ,aku masih saja tidak senang. Aku tak dapat menemukan kedamaian jiwa,” ujar Mutah Beale Wassin Shabazz, seorang anggota grup hip hop Outlaw binaan rapper ternama Amerika, Tupac Shakur. Ketenaran dan kekayaan tak membuat rapper dengan nama panggung Napoleon itu bahagia. Islamlah yang kemudian menjadi kunci kebahagiannya.
Mutah sebenarnya lahir di tengah keluarga Muslim. Sang ayah merupakan Amerika-Afrika Muslim bernama Salek Beale. Ibunya, Aquilleh Beale, merupakan Muslimah asal Poerto Rico. Namun, keduanya meninggal saat Mutah baru berusia tiga tahun. Nahas, Mutah dan seorang adiknya menyaksikan kematian orang tua mereka yang ditembak mati kelompok garis keras, Nation of Islam. Mutah pun seketika menjadi yatim piatu yang kemudian dibesarkan oleh sang nenek dalam lingkungan Nasrani.
Bersama keluarga besar, Mutah hidup dalam kemiskinan. Tak adanya pendidikan yang memadai membuat Mutah menjadi pemuda liar. Ia bahkan pernah mengisap narkoba dan sempat ditangkap aparat. Hingga kemudian Mutah ingin mengubah nasibnya karena merasa iba dengan sang nenek yang mengurus banyak cucu sehingga harus membanting tulang.
Ia pun mengejar kariernya menjadi penyanyi rap. Bermula menjadi rapper jalanan selama bertahun-tahun, Mutah kemudian dipertemukan dengan Tupac Shakur. “Tupac mengajakku untuk bergabung dengan grup Outlawz dan dari grup itulah aku langsung menjadi seleb," ujarnya, dikutip majalah Weekend Trust.
Hidup glamor di dunia hiburan pun menjadi rutinitas Mutah. Inilah cita-citanya sejak merintis karier dari jalanan. Ia pun tak lagi diliputi kemiskinan dan dapat memberikan hidup layak bagi sang nenek. Namun, apa yang terjadi, Mutah justru tak merasa bahagia. “Apakah ini adalah tujuan akhir hidupku?” pertanyaan yang selalu menjadi beban benak pria kelahiran New Jersey tersebut.