Senin 10 Jun 2019 11:45 WIB

PMA untuk Jaminan Produk Halal akan Diuji Sahih

Kemenag sudah selesai membuat draf PMA.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
 Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 terkait Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) telah diterbitkan. Kementerian Agama (Kemenag) juga sudah membuat draf Peraturan Menteri Agama (PMA) untuk JPH yang akan diuji sahih pada 17 Juni 2019.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki mengatakan, Kemenag sudah selesai membuat draf PMA untuk JPH. Guna memastikan agar PMA tersebut memiliki korelasi dan komprehensif dalam pelaksanaan UU JPH dan PP Nomor 31 Tahun 2019, maka akan dilakukan uji sahih.

Baca Juga

"Kami memandang perlu melakukan uji sahih bersama para pakar dan praktisi halal, pada 17 Juni 2019 draf PMA akan dibahas ulang untuk uji sahih," kata Mastuki kepada Republika.co.id, Ahad (9/6).

 

Mastuki yang juga Plt Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag menjelaskan, Kemenag akan meminta pendapat dari para pakar hukum, undang-undang dan peraturan pemerintah. Supaya isi PMA untuk JPH tidak bertentangan dengan aturan yang ada. Terkait siapa saja yang akan melakukan uji sahih, Kemenag belum memastikan akan mengundang siapa saja.

Rencananya Kemenag akan mengundang pakar hukum yang paham UU JPH dan PP JPH, praktisi produk halal dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga akan dilibatkan dalam uji sahih draf PMA tersebut. MUI nanti akan mengamati pasal-pasal tertentu dalam PMA supaya pasal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan.

Ia menerangkan, mungkin nanti saat uji sahih ada yang masih perlu dipertajam klausulnya. Mungkin juga akan ada penambahan pasal. Tujuannya untuk memastikan semua pasal-pasal sesuai dengan peraturan yang ada. "(Uji sahih PMA) untuk mendapatkan penguat dari para pakar yang sesuai, baru setelah uji sahih dilakukan mungkin pada Juli nanti PMA sudah dikeluarkan," ujarnya.

Menurut Mastuki, JPH bukan saja ranah Kemenag tapi juga ranah publik, pelaku usaha, dunia industri, kementerian dan lembaga lain yang terkait. Maka PMA untuk JPH jangan sampai tidak bisa diterapkan di lapangan. Melalui uji sahih, Kemenag akan meminta pendapat dari pakar agar PMA itu sinkron dengan peraturan yang ada. Supaya tidak ada pasal-pasal dalam PMA yang tidak tepat saat diterapkan di lapangan.

Sekretaris BPJPH, Muhammad Lutfi Hamid menyampaikan, PMA untuk JPH dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari penerbitan PP Nomor 31 Tahun 2019. Diharapkan PMA tersebut tidak menjadi penghambat ekosistem investasi dan perdagangan di Indonesia. Sehingga BPJPH tidak menjadi penghalang tetapi menjadi lembaga yang mampu memberikan branding terhadap produk perdagangan yang ada di Indonesia.

"Harapannya dengan PMA tersebut semakin jelas bahwa pelaksanaan jaminan produk halal sesungguhnya bertahap, tidak kemudian serta merta bahwa pada 17 Oktober itu semua harus mendaftar pada hari itu, sesungguhnya PMA itu mengamanatkan adanya pentahapan," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa PMA mengamanatkan adanya tahapan sertifikasi halal. Tahapannya mulai dari produk makanan, minuman, obat-obatan sampai alat-alat kesehatan. PMA untuk JPH tersebut diharapkan juga mampu mendorong produsen agar memiliki kesadaran untuk meningkatkan kualitas produk-produknya menjadi produk halal.

Sementara Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta, sebelum PMA untuk JPH diterbitkan, Kemenag melakukan koordinasi dan sinergitas dengan pihak-pihak terkait. Maksud pihak-pihak terkait di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan dan ormas-ormas Islam seperti MUI. Sebab penyelenggaraan JPH pada praktiknya akan melibatkan mereka semua.

"Kita juga minta agar jangan sampai peraturan menteri agama (PMA) jangan sampai memberatkan kalangan usaha kecil dan menengah dalam hal misalnya memperoleh sertifikasi halal," jelasnya.

Ace juga mengingatkan agar kewajiban mendapatkan sertifikasi halal harus betul-betul sesuai dengan prinsip syariah. Artinya sesuai dengan yang diamanatkan UU JPH. Mengenai uii sahih draf PMA untuk JPH, Komisi VIII mengingatkan pentingnya melibatkan ormas Islam seperti MUI dalam proses uji sahih nanti.

Ia menambahkan, para pelaku usaha terutama pelaku usaha kecil serta menengah juga perlu dilibatkan dalam proses uji sahih draf PMA untuk JPH. Supaya mereka memiliki pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sertifikasi halal. Sehingga kedepannya pelaksanaan JPH tidak menjadi beban buat mereka.

"Para pelaku usaha juga perlu dilibatkan dalam proses uji sahih karena mereka yang nanti akan mengurus sertifikasi halal itu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement