Kamis 06 Jun 2019 00:41 WIB

Menggali Makna Halalbihalal

Makna halalbihalal dapat berupa saling maaf-memaafkan

Halalbihalal di Amerika, ilustrasi.
Foto: VOA
Halalbihalal di Amerika, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Halalbihalal sudah menjadi tradisi yang bernuansa religius-sosial, setidaknya di Indonesia. Kebiasaan itu mengekspresikan kebahagiaan setelah menjalani hari-hari yang penuh berkah Ramadhan. Umat Islam diliputi rasa syukur, keinginan untuk saling maaf-memaafkan, dan sama-sama berintrospeksi diri.

Dari mana mulanya istilah halalbihalal? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halalbihalal berarti ‘hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.’ Halalbihalal sepadan maknanya dengan silaturahim.

Baca Juga

Ungkapan halalbihalal berasal dari kalimat berbahasa Arab, halalun bi halalin. Artinya, ‘saling menghalalkan.’ Maknanya, seseorang yang melakukan halalbihalal ingin menyampaikan kepada orang lain kira-kira sebagai berikut. “Kesalahan Anda atas saya sudah saya halalkan sehingga tidak ada lagi salah Anda kepada saya. Karena itu, harapan saya demikian adanya agar kesalahan saya mohon dimaafkan.”

Ibarat skor, dengan melakukan halalbihalal semuanya kembali “nol-nol.” Kembali kepada keadaan kosong, tabula rasa.

Idul Fitri memang momen yang tepat untuk melakukan halalbihalal. Hari Raya Idul Fitri bermakna kembalinya diri kepada kemanusiaan yang wajar, sebagaimana dahulu seseorang lahir di dunia sebagai bayi yang suci dari dosa-dosa.

Halalbihalal berkaitan dengan silaturahim, yang bermakna ‘menyambung kasih sayang.’ Caranya dengan membangun suatu keadaan saling bergantung satu sama lain. Maka dari itu, antarsesama manusia dapat saling memahami dan mengasihi. Silaturahim merupakan sebuah upaya pemulihan karena dalam menjalani kehidupan, seseorang kadang kala melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengganggu hubungan dengan orang lain.

Dengan halalbihalal, habluminannas atau hubungan horizontal dengan sesama manusia (relasi sosial) diperbaiki. Kalau upaya saling maaf-memaafkan tuntas, insya Allah hubungan vertikal habluminallah juga dapat ditingkatkan. Dengan begitu, tujuan puasa Ramadhan, yakni menjadi insan yang bertakwa, dapat tercapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement