REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Masjid Raya Sumatera Barat menjadi salah satu tujuan wisata religius terkemuka di Kota Padang. Memiliki atap berbentuk gonjong pada empat sisinya yang mencerminkan bentuk rumah adat Minang yakni rumah gadang. Masjid Raya Sumbar dibangun di tanah seluas 12 hektare menghabiskan biaya sekitar Rp300 miliar.
Awal mula pembangunan Masjid Raya Sumatera Barat dilatari dari pertemuan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia di Bukittinggi pada 12-13 Januari 2016, dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi.
Ketika kedua kepala negara akan ibadah Shalat Jumat, Sumbar belum punya masjid besar yang bisa menampung jamaah dalam jumlah banyak. Akhirnya kedua kepala negara melaksanakan shalat Jumat di salah satu masjid yang ada di Bukittinggi dengan kondisi seadanya. Melihat kondisi tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla berujar kepada Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi.
"Pak Gubernur, Sumatera Barat merupakan daerah yang dikenal religius dengan filosofi adat basandi syara, syara basandi kitabullah, tapi kenapa tidak ada masjid yang besar dan representatif," kata Jusuf Kalla.
Mendengar celutukan tersebut Gubernur Gamawan tidak enak hati. Usai pertemuan bilateral tersebut akhirnya Pemprov Sumbar menyepakati membangun masjid yang besar dan representatif berlokasi di kota Padang.
Lokasi masjid diputuskan berada di jalan Khatib Sulaiman. Setelah itu, diadakan sayembara. Dari lima nominasi, konsep masjid tanpa kubah justru yang menjadi pilihan setelah debat yang cukup panjang. Masjid tanpa kubah itu merupakan karya dari biro arsitek Urbane yang didirikan Ridwan Kamil.
Perancang Masjid Raya Sumatera Barat, yakni arsitek bernama Rizal Muslimin yang saat ini menjadi dosen di Sydney, Australia. "Jadi konsepnya masjid ini adalah kain yang terbentang, pada cerita terjadi perselisihan bagaimana memindahkan batu hajar aswad oleh empat suku di Mekah. Dan oleh Nabi Muhammad diambil kain, nah bentangan kain yang ada batu di tengah ini melengkung. Sehingga melengkung-nya ini yang jadi atap masjid," kata Ridwan Kamil ketika berkunjung ke Sumbar beberapa tahun lalu.
Pada 2007 mulai dilakukan tender dan pada 2008 pembangunan Masjid Raya Sumbar resmi dimulai. "Total pembangunan hingga benar-benar selesai memakan waktu selama 10 tahun bersumber dari APBN hingga APBD hingga sumbangan masyarakat," kata Yulius.
Masjid ini berbentuk persegi dengan luas bangunan 4.430 meter persegi. Masjid Raya terdiri atas tiga lantai dan dapat menampung 15 ribu jamaah. Masjid ini resmi pertama kali digunakan pada 2014.
Salah satu ciri khas Masjid Raya Sumbar adalah bangunannya tidak memiliki tiang pada bagian tengah ruangan sehingga jamaah tidak terganggu. Masjid juga dilengkapi fasilitas lain seperti perkantoran Baznas Sumbar, Dewan Masjid Indonesia dan LPTQ serta ruangan serba guna yang mampu menampung sekitar 300 orang jika ada seminar.
Masjid Raya Sumbar juga memiliki menara yang menjulang dengan ketinggian 85 meter. Menara tersebut hingga ketinggian 44 meter menggunakan lift sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan kota Padang dari ketinggian.
Untuk dinding Masjid Raya Sumbar berbentuk ukiran Minang dengan rongga sehingga sirkulasi udara lancar dan terasa sejuk di dalamnya. Pada bagian depan ruang utama, mihrab mengambil konsep seperti tempat batu hajar aswad di Kabah dan dengan kaligrafi Asmaul Husna di plafon depan. Karpet Masjid Raya Sumbar didatangkan langsung dari Turki.
Masjid Raya Sumbar dibangun dengan konstruksi ramah gempa sehingga jika ada bencana gempa dan tsunami lantai dua difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara.