Rabu 22 May 2019 18:59 WIB

Hikmah Mengonsumsi Makanan yang Baik

Mengonsumsi makanan dan minuman yang baik berarti secukupnya

Makanan (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Makanan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Maryanto

Setiap makhluk hidup menghajatkan makanan untuk kegiatan metabolisme demi kelangsungan hidupnya, tak terkecuali manusia. Menurut ilmu kedokteran, makanan yang baik adalah yang mencukupi syarat baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu, makanan yang baik harus mengandung komponen-komponen karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat kasar dalam takaran yang cukup.

Baca Juga

Dahulu, orang hanya mengenal bahwa kekurangan gizi adalah kekurangan komponen-komponen penting pangan, misalnya protein, vitamin atau yang lainnya. Hal ini umumnya berkaitan erat dengan kekurangan pangan dan menimpa pada kaum tak berpunya.

Namun, kini, kita lebih sering menjumpai "salah gizi" daripada "kurang gizi." Ironisnya, hal ini pada umumnya menimpa pada diri orang-orang berpunya dan berpendidikan yang notabene bisa menyediakan semua bahan pangan yang diinginkan serta mengetahui fungsi komponen-komponen pangan.

Keadaan salah gizi ini akan menyebabkan berbagai penyakit, yang akibatnya tidak lebih ringan dari kekurangan gizi. Bahkan sekarang ini penyakit yang sangat ditakuti dan populer di kalangan orang-orang kaya -- yaitu jantung koroner, disebabkan karena makanan. Penyakit ini akrab dengan orang yang suka makan enak-enak secara berkelebihan.

Islam dengan sangat tepat memberikan solusi bagi kedua masalah di atas melalui sebuah ayat: "Makan dan minumlah kamu (secukupnya) dan jangan berlebih-lebihan" (QS. 7:31). Menurut tafsir Ibnu Katsir, sebagian ulama salaf mengatakan bahwa Allah telah menghimpun semua tujuan ilmu kedokteran dalam ayat tersebut.

Ayat di atas mengandung makna yang sangat padat dan dalam, yaitu agar kita mengkonsumsi pangan dengan cukup, baik kualitasnya (kandungan zat gizinya) maupun kualitasnya (jumlahnya) sekaligus jangan sampai berlebih-lebihan.

Rasulullah SAW bersabda, "Tiada wadah yang diisi penuh oleh anak Adam yang lebih berbahaya dari perutnya, cukup bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan sulubnya (punggungnya). Jika tidak dapat tidak harus diisi, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernapasan" (H.R. Ahmad, Annasa'i, dan Attirmidzi).

Bahkan Islam tidak hanya memberikan tuntutan dalam hal makanan dari aspek duniawi semata, namun juga mencakup aspek ukhrawi. Firman Allah, "Dan makanlah makanan yang diberikan Allah untukmu yang halal lagi baik" (QS. 5:88). Pesan Alquran ini sangat substansial karena tidak saja memerintahkan makan makanan yang thayyib (baik) dari aspek substansi/zatnya saja (bergizi, tak beracun dll.), namun juga harus baik secara hakikat (halal).

Alangkah indahnya apabila kaum berpunya bisa memberi makan kepada kaum tak berpunya sehingga dapat terhindarkan dua penyakit sekaligus dari padanya, yaitu penyakit karena penumpukan makanan pada tubuh serta penyakit bakhil.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement