REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascabanjir, renovasi Nilometer di lakukan pada tahun 870 M oleh Ibnu Tulun sang pendiri Dinasti Thulun dan pada 1092 M oleh khalifah al- Mustansir dari Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah.
Bentuk Nilometer yang kita jumpai sekarang sebagian besar masih dalam wujudnya yang orisinal, kecuali atap kerucut kayu (kubah di bagian dalam) yang merupakan renovasi modern Nilometer yang hancur akibat ledakan saat Prancis menduduki negeri itu tahun 1825 M.
Para insinyur Prancis mengetahui bahwa atap Nilometer yang asli berbentuk kubah, namun bentuk atap kerucut hasil coretan seorang pengembara dari Denmark akhirnya dipilih sebagai penghias Nilometer,
Dinding Nilometer dihiasi kaligrafi khufi, selain tulisan biasa yang menceritakan mengenai peran khalifah al-Mutawakkil dalam pembangunannya, juga ada ayat-ayat Alquran yang meriwayatkan mengenai air, ta naman, dan kemakmuran. Hiasan kaligrafi tersebut ditulis di atas marmer putih berpadukan warna biru untuk menimbulkan kesan kontras yang kuat.
Ibnu Tulun yang masa pemerintahanya telah banyak menyumbang berbagai bangunan berarsitektur indah di Mesir tak ketinggalan ikut menjamah Nilometer. Di atas kaligrafi mengenai Mutawakkil, dia menambahkan dekorasi dinding Nilometer dengan ayat Alquran yang diambil dari surah Qaf ayat 9 dan surah al- Haaj ayat 63. Sebagian ahli sejarah menduga tindakan Ibn Thulun itu disengaja untuk menutupi tulisan yang memuji al-Mutawakkil.