REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan semua pihak untuk menahan diri dan menghindari upaya-upaya provokasi. Pada intinya, lanjut dia, perilaku provokasi yang memicu tindak kekerasan dan tindakan anarkistis dapat mencederai kesucian bulan Ramadhan.
"Bulan Ramadhan adalah bulan suci, setiap Muslim wajib memelihara kesucian Ramadhan," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, usai rapat pleno Komisi Fatwa MUI di Jakarta, Rabu (22/5).
Niam mengatakan, tindakan anarkis yang dilakukan di bulan Ramadhan mencederai kesucian Ramadhan dan hukumnya haram. Komisi Fatwa MUI juga menghimbau kepada aparat penegak hukum untuk melakukan langkah persuasif dalam menghadapi masyarakat yang menyampaikan aspirasi.
Komisi Fatwa MUI juga mengimbau aparat hukum melakukan langkah hukum dengan tidak memberikan toleransi terhadap pelaku kekerasan dan anarki. Sebab perlu langkah preventif agar kekerasan tidak meluas eskalasinya.
"Aparat dan umat Islam perlu mencegah potensi kekerasan sekecil apapun untuk menjamin kemaslahatan bangsa," ujarnya.
Niam menyampaikan, Komisi Fatwa MUI juga meminta semua pihak untuk mewaspadai adanya provokasi yang merusak kerukunan dan persaudaraan, baik yang sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), kerukunan sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan kerukunan sesama anak manusia (ukhuwah insaniyah).
Ia mengimbau masyarakat yang menyampaikan aspirasi agar dilaksanakan dalam koridor hukum dan dilakukan secara santun. Masyarakat diimbau mewaspadai adanya infiltrasi serta provokasi yang merusak. "Aparat perlu tegas menindak provokator," ujarnya.
Rapat Pleno Komisi Fatwa MUI pada Rabu (22/5) salah satu tujuannya membahas tentang kondisi sosial terakhir yang dinilai menodai kesucian bulan Ramadhan. Atas dasar itu, Komisi Fatwa MUI menghimbau kepada masyarakat untuk terus menjaga kondusifitas dan kedamaian serta waspada dari ulah provokator.