Senin 20 May 2019 20:30 WIB

Karpet Muslim Menginspirasi Eropa

Di kalangan Muslim, karpet dianggap sebagai simbol penghormatan.

Petugas tengah mengganti karpet di jalur yang menuju ke makam Rasullah SAW dengan karpet biru yang baru.
Foto: Saudi gazette
Petugas tengah mengganti karpet di jalur yang menuju ke makam Rasullah SAW dengan karpet biru yang baru.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Karpet sejak lama menjadi komoditas mewah yang dicari kalangan atas. Pengelola museum, kolektor seni, dan saudagar kaya raya dari berbagai penjuru dunia berburu karpet eksklusif sebagai benda seni. Ketenaran dari karpet terbang Aladin memperlihatkan sekelumit hubungan emosional dengan negaranegara di Jazirah Arab.

Di kalangan Muslim, karpet dianggap sebagai simbol penghormatan. Bagi suku Badui di Arab, Persia, dan Anatolia, karpet menjadi benda terpenting dalam kehidupan nomaden mereka. Karpet menjadi pelindung saat badai pasir menerpa atau untuk mela pisi lantai rumah mereka. Karpet juga menjadi hiasan dinding maupun selimut. Bahannya yang berasal dari wol dibuat dari hewan ternak mereka.

Menilik runutan sejarahnya, karpet buatan Muslim dibedakan berdasarkan bahan serta motif. Di zaman bangsa Seljuk, karpet Mus lim mengalami pencapaian tertinggi dalam hal teknik maupun kualitas desain. Kala itu, bangsa Seljuk mengadaptasi desain-desain Anatolia dalam karyanya. Keagungan karya mereka pun dikenal luas hingga Persia dan Baghdad pada abad ke-11 M.

Kalangan sejarawan menilai, bangsa Seljuk merupakan pencipta sejati karpet Muslim. Museum-museum di Istanbul dan Konya menyimpan berbagai jenis seni karpet bangsa Seljuk. Varian karpet di Museum Istanbul merupakan koleksi Masjid Ala’ al-Din, Konya, dari abad ke-13. Karpet tersebut sudah ada sejak pertama kali masjid diban gun di zaman Pemerin tahan Raja Seljuk, Rum (1081-1302).

 

Mundurnya kekhalifahan Seljuk akibat serangan bangsa Mongol membawa pengaruh dalam perkembangan karpet. Pada 1259, kekuasaan Mongol meliputi Persia, Suriah, dan Baghdad. Ekspansi dan serangan bangsa Mongol ini merusak industri karpet Seljuk.

Akibatnya, geliat produksi kar pet mengalami kemunduran. Dokumentasi berbagai jenis karpet yang dihasilkan pun mulai lenyap. Cerita tentang karpet bang sa Seljuk tersiar ka rena cerita para petualang. Seperti kisah dari penjelajah tersohor Ibnu Battuta (1304-1377). Dia menceritakan kekhasan serta kualitas karpet Anatolia. Perjumpaannya dengan Marcopolo (1254-1324) membuat karpet Muslim tersebar hingga benua Eropa. Motif hewan pada karpet pun mulai dikenal di periode abad ke-14.

Motif hewan sejatinya telah ditemui pada abad ke- 9 di Mesir. Sepanjang perjalanannya, karpet bermotif hewan ini masih ditemukan abad ke-15. Hanya saja, belum ada penjelasan pasti tentang perkembangan selanjutnya. Belakangan, motif hewan makin jarang karena ada larangan bagi umat Islam untuk menam pilkan gambar makhluk hidup. Konsekuensinya motif garis-garis kembali dipakai.

Bangsa Turki juga menunjukkan kepiawaian dalam bidang tekstil dengan motif-motif indah berwarna-warni. Bahkan, karya lukis seniman Eropa abad ke-15 mendapatkan pengaruh dari Turki. Hal ini dimungkinkan karena ada interaksi antara pemimpin dua wilayah ini.

Beberapa lukisan seni man Eropa juga memiliki keselarasan dengan motif karpet. Hal itu bisa diamati dalam karya Simone Marti ni (1280-1344) yang dibuat pada tahun 1317. Lukisan yang disimpan di Capodi monte Museum, Naples ini berjudul “Saint Ludovic Crowning Robert Angevin.”

Beberapa motif dalam karpet bergambar hewan juga diadaptasi ke lukisan. Di antaranya dalam “The Marriage of the Virgin” karya Nicolo of Buonaccorso (1348-1388) dan “Madonna and Child with Saints” yang dibuat Stefano de Giovanni. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement