Selasa 14 May 2019 02:08 WIB

Konsep Berkemajuan Muhammadiyah Solusi Hadapi Post-truth

Konsep berkemajuan sejalan dengan dakwah pencerahan KH Ahmad Dahlan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nashih Nashrullah
Abdul Malik Fajar
Foto: ANTARA /Andika Wahyu
Abdul Malik Fajar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Era post-truth ketika hoax dan kebencian mudah menyebar di media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah. Dengan Islam berkemajuan, Muhammadiyah berusaha menawarkan solusi menghadirkan suasana kebangsaan.

Mantan rektor Univeritas Muhammadiyah Malang (UMM), Abdul Malik Fajar, mengatakan pandangan keberagamaan Muhammadiyah yang tidak melepaskan dari nilai-nilai lokal kultural, mampu menciptakan suasana yang kondusif, menyenangkan, dan mengembirakan. 

Baca Juga

"Hadirkan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang mengembirakan dan menyenangkan, tidak menghakimi. Yang menarik diri kepada sikap whasatiyah sebagai pandangan solutif di era post truth  seperti sekarang ini," ungkapnya Senin (13/5) dalam Pengkajian Ramadhan 1440 H oleh PP Muhammadiyah di Institue Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Jakarta. 

Menurutnya, post truth sudah hadir jauh sebelum sekarang, hanya saja mengalami pergeseran istilah. Malik Fajar menyakini, konsep berkemajuan yang digagas Muhammadiyah memiliki kompatibilitas terhadap arah pergeseran zaman. 

Sehingga sebagai warga persyarikatan tidak perlu mencari sumber pemahaman lain untuk bisa bertahan dan berakselerasi pada zaman-zaman yang akan datang.

Direktur South Asian Ministers of Education Organization Learning Center (SEAMOLEC), Alpha Amirrachman, mengatakan berkemajuan merupakan sebuah konsep yang solutif dan bisa menjawab tantang pada setiap zaman dan keadaan.

Merujuk pada ajaran KH Ahmad Dahlan, pribadi berkemajuan merupakan insan/persona yang mentatai ajaran agama dan mengikuti pergerakan zaman. 

Karena menurut Alpha, memakai agama sebagai kompas dalam mengarungi samudra kehidupan, konsep berkemajuan bermuara pada terciptanya manusia yang bertakwa. Hal ini menjadi kunci penting dalam menyikapi situasi politik dan post truth  yang sedang melanda manusia saat ini.

"Ketika dulu sebelum abad 21, retorika politik masih dipenuhi dengan intelektualitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Kini, retorika politik dipenuhi dengan elaborasi pengaduk emosi yang tidak terkendali dan data-data yang tidak terpenuhi aspek kebenarannya," tambahnya.

Dia menyebut bergesernya fact kepada fake menjadi nyata dan mudah ditemukan di era kekinian. Pelibatan emosi yang dimunculkan dari indentitas-indetitas yang disekematisasi, membuat era post truth beriringan dengan isu-isu pemisahan nilai-nilai kemanusiaan yang sifatnya universal, menjadi kamanusiaan yang hanya mementingkan golongan. Keberpihakan absolut terhadap golongan sendiri kemudian memiliki potensi akan pertumpahan dan perpecahan.

Maka, kata Alpha, konsep tabayyun yang ditawarkan Alquran menjadi solusi yang tidak dapat ditawar lagi serta tafakur yaitu pengaktifan akal dan nalar disetiap menerima informasi yang datang. “Sehingga arus besar yang membawa manusia kepada perpecahan bisa dihindari atau bahkan dihilangkan,” kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement