REPUBLIKA.CO.ID, BARABAI— Masjid Keramat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah menjadi salah satu bukti kejayaan penyebaran Islam oleh Kerajaan Demak ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan.
Menurut Aidi, salah seorang warga yang tinggal sekitar masjid yang dibangun pada abad ke-14 tersebut, masjid yang kini masih berdiri kokoh tersebut, masih sering menjadi tempat ziarah masyarakat dari berbagai daerah.
Para peziarah, kata dia, mengakui selain ingin mengetahui lebih dekat tentang masjid tersebut, juga ingin berdoa untuk memenuhi hajatnya.
Berdasarkan buku yang ditulis Meldy Muzada Elfa berjudul "Sejarah Masjid Keramat Pelajau Barabai", Masjid Keramat merupakan masjid peninggalan Kerajaan Demak tertua di Kalimantan Selatan.
Masjid di Desa Pelajau, Kecamatan Pandawan tersebut, memiliki kubah sama persis dengan bangunan masjid pada masa Kerajaan Demak.
"Dari buku yang ditulis Meldy Muzada Elfa yang berjudul ''Sejarah Masjid Keramat Pelajau Barabai'' termuat pembangunan dilakukan pada abad ke-14," kata Aidi di Barabai, Kamis (9/5). .
Berdasarkan sejarahnya, masjid didirikan, setelah datang utusan Raden Fatah dari Kerajaan Islam Demak bersama-sama pangeran dari Kerajaan Banjar.
Utusan dari Pulau Jawa itu berjumlah tujuh orang datang ke Tanah Banjar dengan menyusuri Sungai Negara (Hulu Sungai Selatan), kemudian ke Sungai Buluh dan Ilir Pemangkih (Hulu Sungai Tengah) sehingga sampai ke Sungai Palayarum di Desa Pelajau untuk melakukan perluasan kekuasaan Islam.
Sampai di Pelajau, para utusan kemudian membangun masjid bersamaan dengan program dari pengembangan ajaran Islam Kerajaan Demak Bintaro yang membangun sembilan masjid.
Masjid Pelajau dipercaya sebagai yang kelima dari sembilan masjid yang dibangun Kerajaan Islam Demak.
Jumlah itu, sesuai dengan jumlah Wali Songo, yaitu sembilan orang. Bukti sejarahnya ada pada tiang bangunan tersebut terdapat tulisan pahat dari huruf Jawa di tiang menara dan terdapat tulisan tempat, nama hari, dan waktu pendirian masjid.
Di tiang itu, ada lubang pahatan berbentuk panjang tempat penyimpanan catatan-catatan dengan tulisan Allah, memuat silsilah orang-orang yang terlibat dalam pembangunan masjid.
Di samping itu, ada juga gumpalan rambut Raden Fatah, satu bilah keris berkelok sembilan dan sebuah tombak segi tiga dengan ukiran sembilan wali.
Begitu pun di kubah mimbar digunakan motif pohon hayat. Dalam metodologi Dayak disebut batang garing yang melambangkan kesatuan alam atas dan bawah, konsep serba dua seperti siang malam, terang gelap, jahat atau baik, hidup dan kematian.
Masjid Keramat Pelajau juga menjadi bukti dari perjuangan melawan penjajah Belanda pada masa lalu, khususnya di Kalimantan Selatan.
Saat ini, masjid tersebut sudah mengalami renovasi namun tidak mengubah bentuk aslinya dan beberapa benda bersejarah, juga telah disimpan oleh pengurus masjid guna menghindari agar tidak hilang dan dicuri orang.
Setiap harinya, masjid tersebut selalu dikunjungi umat untuk shalat dan memohon doa agar hajatnya terkabul. Mereka meyakini masjid itu memiliki sejarah dan rahasia terhadap penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan.
Letak masjid itu berada kurang lebih tiga kilometer dari Kota Barabai, Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Tengan. Masjid Keramat sekarang juga dikelola masyarakat dengan cara swadaya di lahan seluas 400 meter persegi.