REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa pembentukan layanan pos oleh Muawiyah Ibn Abu Sofyan, para kepala kantor pos di tiap provinsi tak hanya bertugas mengawasi layanan pengiriman barang dan surat milik pemerintahan Dinasti Umayyah. Mereka juga punya tugas ganda sebagai agen mata-mata penguasa.
Shahib al-barid wa al-akhbar selaku kepala kantor pos pusat kerajaan akan mengerahkan anak buahnya untuk memantau aktivitas pejabat provinsi melalui laporan kepala pos provinsi setempat. Biasanya, laporan yang dikirimkan adalah mengenai perilaku para pejabat negara, termasuk tingkah laku para gubernur provinsi.
Peran mata-mata ini bisa dimaklumi mengingat Muawiyah mendapatkan kekuasaan de facto sebagai penguasa umat Islam sepeninggal khulafaur rasyidin dari konflik bersenjata dari Ali Ibn Abi Thalib yang diwarnai teror kelompok ekstremis Khawarij.
Gubernur Suriah itu kemudian mendapat pengakuan dari Hasan ibn Ali sebagai khalifah setelah putra sulung Ali ibn Abi Thalib itu tak mampu menggalang kekuatan di Irak guna menghadapi dominasi Damaskus sepeninggal Ali, yang kemudian berujung pada reunifikasi umat Islam secara politis pada 661 M.
Peran kantor pos di tiap provinsi inilah yang telah membuat kekuasaan Muawiyah atas wilayah Islam yang semakin luas dapat tetap mencengkeram erat. Awal mula kekisruhan pada masa Khalifah Usman ibn Affan yang membuat konflik berlarut-larut bermula dari sifat provinsi-provinsi yang mulai lebih otonom.
Untuk mengendalikannya, Usman memilih menempatkan kerabatnya sebagai gubernur yang akhirnya memancing konflik. Muawiyah tak meneruskan kesalahan Usman ini dalam memastikan loyalitas para gubernur, namun lebih memilih memanfaatkan kantor pos untuk melakukan pengawasan melekat.
Muawiyah membelanjakan banyak uang untuk membangun sistem pos ini sehingga menjadi layanan pemerintahan yang efektif dan berperan besar dalam melakukan koordinasi pembangunan.
Salah satunya adalah membantu memperlancar misi perluasan wilayah yang membuat pemerintahan Umayyah dikenal sebagai masa penaklukan besar-besaran. Semua itu merupakan jasa dari khalifah yang oleh para sejarawan Barat dijuluki sebagai raja Islam pertama ini, pembangun tradisi pewarisan kekhalifahan.