REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemajuan bangsa ini harus beriringan dengan pembangunan di bidang agama. Hal ini merupakan bagian yang terintegrasi di dalam kerangka perencanaan nasional yang bertujuan mewujudkan Indonesia damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof Dr Muhammadiyah Amin mengatakan, pemerintah selalu berupaya memenuhi hak-hak umat Islam untuk mendapatkan pemahaman keagamaan tersebut, termasuk untuk difabel.
Hal itu sudah dijamin oleh konstitusi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 UUD 1945 Ayat 2 dan Pasal 28 E UUD 1945 Ayat 1 dan 2. "Pembangunan bidang agama, termasuk di dalamnya memberikan pemahaman keagamaan kepada warga negara (penyandang) disabilitas menjadi upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat," ujar Amin belum lama ini.
Sesuai amanat konstitusi, pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warga nya untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya serta memberikan fasilitas dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga. Hal ini sebagai mana dinyatakan dalam Pasal 28 I UUD 1945 Ayat 4.
Kemenag telah menerbitkan produk literatur keagamaan yang ditujukan bagi para difabel. Kebijakan ini direa li sasi kan dalam berbagai program untuk memenuhi hak-hak kalangan difabel, khususnya di bidang keagamaan.
Di antara program yang sudah tereali sasi adalah Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Nasional sejak 1975 di Palembang, Sumatra Selatan. Agenda ini dikhususkan untuk difabel netra.
"Kami menggunakan aplikasi e-Maqra. Pengertian Maqra adalah soal atau daftar ayat yang dibaca oleh peserta dalam format aplikasi dan sangat memu dahkan proses teknisnya bagi penyandang disabilitas netra," kata Amin.
Selain itu, Kemenag juga menggelar workshopliterasi Islam bagi difabel netra pada 2018. Kegiatan ini dimaksud kan untuk memberikan pemahaman kepada para difabel tentang pandangan Is lam terkait disabilitas.
Amin mengatakan, Islam telah tegas melarang untuk stigma dan melakukan diskriminasi pada siapa pun, termasuk pada kaum difabel. Menurut dia, Islam juga memberikan keringanan kepada difabel.
Namun, sebagian para difabel tidak mau selalu memanfaatkan keringanan, seperti pada perkara melaksanakan ibadah shalat Jumat. Dengan demikian, Amin memahami bahwa pemerintah dan takmir masjid harus membuat kebijakan agar tempat ibadah ramah ter hadap para difabel.
"Dikarenakan kondisi masjid yang tidak ramah bagi penyandang disa bilitas, mereka tidak mau setiap hari jumat mendapatkan rukhshoh," jelasnya.
Amin menjelaskan, jumlah difabel di Indonesia bermacam-macam, ada yang sedang dan berat. Jumlah difabel yang sedang berada di kisaran 10 persen dari jumlah warga Indonesia. Adapun difabel berat sejumlah 1,87 persen dari warga Indonesia.
"Artinya, kurang dari tiga juta warga Indonesia adalah penyandang disabilitas. Upaya negara dalam melibatkan segenap unsur masyarakat, termasuk penyandang disabilitas menjadi ikhtiar memberikan layanan yang adil dan maslahat," kata Amin.