Ahad 21 Apr 2019 19:09 WIB

Kajian Dhuha MASK Bahas Makna Ramadhan dan Hamba Allah

Ada lima hal yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim setiap hari.

Ulama dari Al Azhar University, Mesir, Maulana Syarif Sidi Syeikh Dr Yusri Rusydi Sayid Jabr Alhasani mengisi Kajian Dhuha Masjid Agung Sunda Kelapa (MAAK) Jakarta, Ahad (21/4).
Foto: Dok MASK
Ulama dari Al Azhar University, Mesir, Maulana Syarif Sidi Syeikh Dr Yusri Rusydi Sayid Jabr Alhasani mengisi Kajian Dhuha Masjid Agung Sunda Kelapa (MAAK) Jakarta, Ahad (21/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Menteng, Jakarta, menggelar Kajian Dhuha tiap Ahad pagi. Kajian Dhuha Ahad (21/4) diisi oleh dua penceramah, yakni Dr  KH  Tengku Zulkarnain  MBA,  dan Maulana Syarif Sidi Syeikh Dr Yusri Rusydi Sayid Jabr Alhasani (ulama Al Azhar University, Mesir).

Siaran pers MASK yang diterima Republika.co.id, Ahad (21/4) menyebtkan, dalam kesempatan tersebut, KH Tengku Zulkarnain  mengupas bulan Sya’ban dan persiapan   memasuki bulan Ramadhan. 

Menurutnya, ada lima  hal yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim setiap hari, yaitu : yang wajib,  diperindah;  yang sunnah,  diperbanyak; yang mubah,  disedikitkan; yang makruh,  dihentikan; dan yang haram,  dijauhkan.

“Pelajaran yang dapat kita ambil setelah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh adalah diri kita tidak rakus lagi terhadap yang halal dan jijik dengan perbuatan yang haram,” papar Tengku Zulkarnain.

 

Pada kajian Dhuha yang kedua,  Dr  Yusri Rusydi Sayid Jabr Alhasani menjelaskan makna seorang hamba. Ia mengemukakan, apabila seorang hamba sudah menyerahkan hatinya dan pasrah untuk menyerahkan segala urusannya kepada Sang Pencipta alam raya, maka Allah SWT  akan menjawab semua doa hamba-Nya tersebut.

“Di antara pelajaran hidup yang dapat kita ambil adalah bagaimana kita pasrah dan hati kita selalu ridha terhadap ketetapan yang Allah SWT  berikan kepada kita. Rezeki yang kita dapatkan, rumah yang  kita  miliki, keluarga yang ada, dan lain-lain,” ujarnya.

Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namruz. Ia tidak berdoa kepada Allah SWT, melainkan ia menyandarkan dirinya pasrah kepada Allah SWT  yang lebih mengetahui apa yang ia tidak ketahui.

photo
Ulama dari Al Azhar University, Mesir, Maulana Syarif Sidi Syeikh Dr Yusri Rusydi Sayid Jabr Alhasani (ketiga dari kanan),  Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), H M Aksa Mahmud (ketiga dari kiri), dan para imam rawatib MASK.

Menurut Yusri, kisah Nabi Ibrahim tersebut merupakan adab orang yang bijaksana, ia tidak meminta kepada Allah SWT, melainkan ia yakin bahwa Allah SWT mengetahui apa yang ada di dalam hati karena tidak mampu untuk mengucapkan permohonan kepada Allah SWT.

“Apabila Allah SWT  menempatkan kita pada suatu pekerjaan, maka kita harus memaksimalkannya atas pekerjaan yang diberikan kepada kita,” tuturnya. 

Ia menambahkan, “Apabila Allah menjadikan kita sebagai orangtua, maka kita harus menjadi orangtua yang baik. Apabila kita menjadi pedagang maka kita sempurnakan dengan menjadi pedagang yang jujur dan tidak mengurangi timbangan. Apabila kita selalu bersyukur terhadap nikmat yang Allah SWT  berikan, maka Ia akan menambah nikmat-Nya kepada kita.”

Kajian Dhuha itu juga dihadiri oleh Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), H M Aksa Mahmud dan para imam rawatib MASK.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement