REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Choer Affandi digelari Uwa Ajengan yang merupakan panggilan kehormatan dalam budaya Sunda. Ketika berdakwah dan dalam pergaulan sehari-hari, ulama kharismatik ini cenderung merangkul beragam unsur masyarakat. Cara itulah yang utama untuk menyebarkan ajaran agama Islam melalui jalur pendidikan.
KH Choer Affandi sudah merintis pesantren kala usianya masih 19 tahun. Pesantren Wanasuka, demikian namanya, berdiri pada 1942 di Cigugur, Ciamis. Akan tetapi, belakangan Pondok Pesantren Miftahul Huda menjadi lebih dikenal melekat pada nama sang kiai. Sebab, dia mengasuh lembaga yang berdiri pada 7 Agustus 1967 itu sampai akhir hayatnya.
Kisah pendirian Pondok Pesantren Miftahul Huda dimulai dengan kedatangan sang kiai dengan putranya, Abdul Fattah, ke Cisitu Kidul, Manonjaya, Tasikmalaya. Awalnya, niat bapak dan anak ini adalah untuk menghadiri undangan tiga orang alumni Pesantren Wanasuka. Namun, KH Choer Affandi lantas mendapati bahwa kawasan setempat sesuai untuk dibangun sebuah pusat dakwah dan pendidikan.
Selang beberapa waktu, dia mendirikan Pesantren Gombongsari di Kampung Cisitukaler, Desa Pasirpanjang, Manonjaya. Beberapa bulan kemudian, masyarakat setempat memintanya untuk pindah ke pusat Manonjaya. Sebuah lahan wakaf seluas 11.200 meter persegi atas nama Hj Mardhiyah telah dipersiapkan.
Di sanalah KH Choer Affandi mendirikan Pesantren Miftahul Huda. Peresmian pesantren ini dilakukan bupati Tasikmalaya saat itu dan disaksikan panglima kodam Siliwangi. Para santri yang sudah bermukim di Gombongsari pun pindah ke Miftahul Huda.
Kini, luas pesantren tersebut sudah mencapai delapan hektar dan akan terus bertambah. Jumlah santrinya lebih dari dua ribu orang. Nama pesantren ini berarti ‘kunci petunjuk.’ KH Choer Affandi bervisi bahwa Pesantren Miftahul Huda menghasilkan banyak dai yang saleh, teladan dan berperan besar dalam memimpin masyarakat Muslim di manapun berada. Salah satu lulusan pesantren ini yang cukup tersohor adalah KH Abdullah Gymnastiar atau akrab disapa Aa Gym.
***
Sebagai sosok yang kharimatik pencari ilmu, KH Choer Affandi juga menulis sejumlah karya. Di antaranya adalah buku La Tahzan Inna Allah Ma’ana: Tenteram bersama Allah di Setiap Tempat dan Waktu. Buku yang dituliskannya dalam bahasa Sunda ini diterbitkan secara komprehensif pada 2007 setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Hamzah Zaelani dan Deden S Hidayat (penerbit Mizania).
Buku ini berisi nasihat-nasihat yang bernada sufistik untuk kaum Muslim pada umumnya mengenai kehidupan.
KH Choer Affandi berpulang ke rahmatullah pada 26 November 1994.