REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dominasi Muslim di bidang geografi adalah akibat kebiasaan para pedagang Muslim mencatat perjalanan mereka, menjelaskan rute, dan kondisi kota-kota di sepanjang jalan. Beberapa di antara mereka adalah Ibn Khurdadhbih, al-Yaqubi, Qudamah, Ibnu Hawqal, dan al- Mas’udi. Dua ahli geografi dari era pra-Islam yang juga menjadi rujukan adalah Paulus Orosius dan Ptolemaeus.
Setelah memeriksa panjang lebar karya geografis berbagai ahli, Roger II dan al-Idrisi memutuskan untuk mulai mengumpulkan informasi. Pelabuhan Sisilia dipilih sebagai tempat yang ideal untuk menjaring informasi. Selama bertahun-tahun, hampir setiap awak kapal yang merapat di Palermo, Messina, Catania, atau Siracus diinterogasi oleh tim al-Idrisi tentang tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi.
Tidak hanya mengandalkan informasi dari para pelaut, tapi Roger dan al-Idrisi juga mengumpulkan informasi dari para wisatawan. Jika mereka menemukan wisatawan yang telah mengunjungi sebuah wilayah, orang itu diminta untuk menceritakan daerah yang dikunjungi, terutama informasi mengenai iklim, kondisi sungai, danau, gunung, pantai, dan tanahnya.
Tak hanya informasi bentang alam, tim kolaborasi peta dunia al-Idrisi juga menanyakan mengenai kondisi jalan, bangunan, monumen, tanaman, kerajinan, impor, ekspornya, dan bagaimana budaya, agama, adat, dan bahasanya.
Berbagai ahli geografi pun diundang ke Sisilia untuk menambah informasi walau banyak data yang tak disepakati oleh al-Idrisi dan berbagai ahli geografi. Roger dan al-Idrisi hanya memakai informasi yang disepakati kedua pihak. Jika informasi dirasa masih kurang, Roger II akan mengirim tim ekspedisi ilmiah ke berbagai daerah.
Dalam setiap ekspedisi harus ada juru gambar dan kartografer (ahli peta) sehingga dapat menangkap rekaman visual wilayah itu. Selama 15 tahun mengumpulkan informasi, al-Idrisi dan Roger II kemudian membandingkan data, mencari fakta-fakta, dan membuang semua informasi yang bertentangan.