REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Kosim
Shalat merupakan hadiah istimewa Isra Mi'raj. Banyak hikmah yang terkandung di dalamnya, di antaranya, shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS al-Ankabut [29]: 45). Itulah shalat yang sesungguhnya, men jadi terapi bagi manusia agar tetap berada dalam fitrahnya yang hanif dan tegas menolak maksiat.
Persoalannya, berapa banyak orang yang shalat, tetapi tetap bergelimang maksiat? Ya, jika shalat berbarengan dengan maksiat, ibadah shalatnya hanya melibatkan raga tanpa jiwa. Secara fisik, ia melaksanakan shalat, tetapi jiwa dan hatinya tidak tunduk kepada Allah SWT. Akibatnya, setelah shalat tetap berbuat maksiat. Inilah salah satu indikator pendusta agama, yaitu lalai dari shalatnya. (QS al-Ma'un [107]: 4-5).
Ibnu Athaillah dalam Tajul 'Arus berkata, "Perumpamaan orang menunaikan shalat tanpa kehadiran hati seperti orang yang menghadirkan seratus kotak kosong kepada raja. Tentu, orang itu pantas dihukum. Sementara, orang yang shalat dengan kehadiran hati adalah seperti orang yang menghadiahkan permata senilai seribu dinar kepada raja. Tentu saja, raja akan selalu mengingatnya."
Selain kehadiran hati, shalat juga harus di lak sanakan dengan niat ikhlas, didasari cinta ke pada Allah, dan mengharap ridha-Nya semata. Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman: Ada orang yang meminta dunia ini dari-Ku dengan shalatnya, Aku memberinya, tetapi kelak mereka takkan mendapat imbalannya di akhirat. Ada orang yang meminta dari-Ku imbalan akhirat, Aku memberinya, tetapi mereka tidak mendapat imbalan dunia. Dan, ada orang yang hanya mencintai-Ku dan meminta (dengan shalatnya itu) ridha-Ku semata, sehingga Aku memberi mereka Diri-Ku, dunia ini, dan sekaligus akhirat.
Jadi, shalat yang dapat membentengi diri manusia dari godaan syahwat sekaligus menolak maksiat adalah shalat yang melibatkan hati dan didasari oleh rasa cinta kepada-Nya. Shalat yang melibatkan hati akan menjadikan mushalli (orang yang shalat) senantiasa mengingat Allah, baik di dalam mapun di luar shalatnya; maka Allah pun selalu mengingatnya. (QS al-Baqarah [2]: 152). Shalat seperti inilah yang akan menjadikan jiwa sehat dan tenteram, sehingga ia berada dalam perhatian dan kasih sayang Allah SWT. Itulah mushalli sejati.
Mushalli sejati yang mengemban jabatan dan kekuasaan akan adil dan amanah. Jika ia ka ya raya, pasti santun dan dermawan. Sebalik nya, jika ia diimpit kesulitan dan penderitaan, jiwa nya tetap stabil dengan sabar tanpa keluh ke sah dan berputus asa.
Jiwa yang sehat seperti inilah yang harus tetap dirawat agar konsisten menolak maksiat. Pe ra watannya dilakukan harus intensif dan berkelanjutan. Shalat yang diwajibkan lima kali sehari semalam hadir menjadi obat untuk merawat jiwa agar tumbuh berkembang mencapai puncak kesempurnaan (al-nafs al-kamilah), sehingga mudah menerima nur Ilahi. Wallahu a'lam.