Senin 01 Apr 2019 21:45 WIB

Bagaimana China pada Era Kehidupan Nabi Muhammad?

Ada hubungan diplomatik antara dinasti Islam, Abbasiyah, dan kaisar Cina kala itu.

(ilustrasi) peta cina
Foto: google maps
(ilustrasi) peta cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada ungkapan bahwa Nabi SAW menyuruh umatnya untuk menuntut ilmu sampai ke Negeri China. "Tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri Cina," demikianlah. Namun, seperti apa keadaan wilayah itu pada era beliau?

Pada zaman Rasulullah Muhammad SAW hidup, negeri Cina sedang dikuasai Dinasti Tang (618-906). Penguasa Tang gemar membangun relasi bisnis dengan ribuan utusan dari barat, termasuk Arab dan Persia.

Baca Juga

Mi Shoujiang dan You Jia dalam risalahnya, Islam in China menulis, selama 148 tahun sebanyak 37 orang utusan Arab mengunjungi pusat pemerintahan Dinasti Tang. Sejak kepemimpinan Kaisar Gaozong (meninggal 683) hingga Kaisar Dezong (meninggal 805), Dinasti Tang mengalami masa keemasan. Namun, pecahnya pemberontakan An-Shi (755-763) mulai melemahkan wangsa tersebut. Kudeta ini dipimpin Jenderal An Lushan yang mendaulat dirinya sebagai kaisar baru di Cina utara.

Pada masa itu, peradaban Islam direpresentasikan Dinasti Abbasiyah. Atas permintaan Kaisar Zongyun, Dinasti Abbasiyah membantu memadamkan pemberontakan An-Shi hingga tuntas. Sejumlah barak militer Abbasiyah berdiri sebagai hunian bagi tentara Muslim selama bertugas di wilayah Tang. Mereka kemudian banyak berinteraksi dengan penduduk lokal.

Akhirnya, orang-orang Cina, khususnya di wilayah barat laut, mulai mengenal Islam. Orang tempatan menyebut kaum Muslim sebagai Zhu Tang, yang berarti literal 'orang asing yang tinggal.' Kebanyakan mereka berkebangsaan Arab atau Persia serta berprofesi sebagai pedagang, diplomat, atau tentara. Mayoritasnya menetap di kota-kota. Cukup banyak pula di antara mereka yang belakangan menikah dengan orang Cina setempat. Keturunannya lalu disebut Fan Ke.

Namun, dakwah Islam lebih banyak tersebar melalui diplomasi maritim. Jauh sebelum Rasulullah SAW lahir, para pelaut Arab telah memiliki kontak bisnis dengan orang Cina. Mereka berlayar mengarungi Samudra Hindia, Selat Malaka, dan akhirnya sampai di pesisir Laut Cina Selatan, antara lain kota pelabuhan Guangzhou. Satu contoh signifikansi jalur laut adalah keberadaan masjid tertua di Cina, Masjid Huaisheng, di Guangzhou.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement