Selasa 26 Mar 2019 12:34 WIB

Komisi VIII DPR Sambut Baik RUU Haji dan Umrah

RUU Haji dan Umrah akan dibawa ke rapat paripurna, untuk disahkan menjadi UU.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) telah sampai pada tahap pengambilan keputusan. Hal itu berlangsung dalam rapat antara pihak Kementerian Agama (Kemenag) dan DPR di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/3) malam.

Kedua belah pihak bersepakat untuk mengajukan RUU tersebut ke sidang paripurna sehingga nantinya rancangan beleid itu ditetapkan sebagai Undang-Undang. Di dalam rapat itu, Panitia Kerja (Panja) RUU PHU juga menyampaikan laporan. Panja tersebut telah bekerja selama tiga tahun belakangan.

Baca Juga

Menurut Ketua Komisi VIII DPR-RI Ali Taher, terdapat hal mendasar yang menjadi landasan pihaknya dalam menyepakati perubahan UU Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pertimbangan tersebut, lanjut dia, berdasarkan pada aspek-aspek filosofis, sosiologis, yuridis, dan psikologis politis.

Maka dari itu, RUU PHU merupakan bentuk upaya penataan dan perbaikan manajemen haji dan umrah. Tujuannya, sebut Ali Taher, supaya para calon jamaah haji dan umrah dapat beribadah secara lebih khusyuk, aman, dan nyaman.

Dia juga menganggap, rancangan beleid ini merupakan wujud hadirnya negara dalam memberikan pelayanan haji dan umrah yang baik. Apalagi, Indonesia merupakan negara penyalur jamaah haji terbanyak di dunia. Di sisi lain, minat masyarakat untuk beribadah umrah juga semakin meningkat.

Akan tetapi, pelbagai pengalaman membuktikan, dari sisi hukum pengaturan terhadap manajemen umrah belum cukup memadai. “Sudah banyak jamaah umrah yang tidak terlayani dengan baik, bahkan banyak yang terlantar. Ini tentu menyebabkan buruknya citra pelayanan haji dan umroh itu sendiri,” kata Ali Taher, Senin (25/3) malam.

Dia meneruskan, kandungan UU 13 tahun 2008 sudah tidak sejalan dengan kebutuhan hukum di tengah masyarakat saat itu. Karena itu, perlu adanya perubahan dan pergantian peraturan sesuai konteks perkembangan zaman.

Selain itu, masih banyaknya keluhan atas ketidaknyamanan pelayanan. Hal itu menjadi bukti masih rendahnya sistem pelayanan haji dan umrah di Indonesia.

“Atas dasar pertimbangan tersebut, menjadi dasar komisi DPR dalam melakukan perubahan UU PHU sehingga pelayanan haji dan umroh dapat lebih baik, transparan dan sesuai syariah,” papar Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement