Senin 25 Mar 2019 22:50 WIB

Inggris Abad 17: Potret Hubungan Erat dengan Negeri Muslim

Inggris mengambil manfaat besar dari interaksi dagang dan diplomatik.

(Ilustrasi) Para Muslimah di London, Inggris.
Foto: EPA
(Ilustrasi) Para Muslimah di London, Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abad ke-17 merupakan momentum keakraban kembali Inggris dengan para penguasa Muslim dalam tataran global. Hal itu setidak-tidaknya terbilang signifikan sejak abad ke-13 alias berakhirnya Perang Salib. Dari Maroko, Inggris mengimpor pelbagai komoditas bernilai strategis. Sebut saja, emas dan potassium nitrate, yakni bahan baku bubuk mesiu.

Selain itu, jalur perdagangan dari kota-kota pesisir Maroko ke Inggris juga membawa kuda, kopi, gula, tenun sutra, rempah-rempah, karpet, manuskrip-manuskrip kuno, gading gajah, belacu, dan nila. Apalagi, secara geografis Maroko merupakan gerbang bagi pelaut Inggris yang hendak berniaga di Asia Barat (Timur Tengah).

Baca Juga

Di gelanggang Laut Tengah, bahtera dagang Inggris lebih suka menghindari kawasan perairan Eropa Katolik. Oleh karena itu, Inggris lebih memilih jalur laut wilayah kerajaan-kerajaan Muslim, termasuk Maroko. Meskipun sejak abad ke-18 impor dari negeri Muslim tersebut mengalahkan India, Inggris masih mempertahankan hubungan dagang dengannya.

Salah satu penyebab surutnya arus impor itu adalah, kota-kota pelabuhan Maroko tidak lagi menyediakan potassium nitrate yang cukup terjangkau. Di samping itu, Inggris sudah mampu memeroleh komoditas bahan baku senjata itu langsung dari India. 

Masih di Laut Tengah, sentimen antara Katolik dan Protestan tampak pada perbedaan motif berlayar dari kerajaan-kerajaan di Eropa sejak abad ke-17. Ada dua kubu, yakni Spanyol-Portugis-Prancis (Katolik) dan Inggris (Protestan).

Deretan yang pertama itu menguasai cukup banyak kota-kota di Afrika Utara, sedangkan yang belakangan hanya berlabuh di pesisir Laut Tengah. Kemudian, Inggris lebih suka bertujuan dagang dan diplomasi, bukan menjajah. Memang, ada sedikit kontroversi.

Misalnya tentang Tangier di Maroko. Kota tersebut jatuh ke tangan Inggris pada 1661 lebih sebagai pemberian dari Portugis. Sebab, negeri Katolik itu mengaku kalah terhadap Inggris. Jadi, Tangier dikuasai Inggris tidak melalui penaklukan bersenjata, melainkan imbas diplomasi pasca-perang dengan Portugis, bukan Maroko. Belakangan, pada 1684 kota di dekat Selat Gibraltar itu berhasil direbut kembali oleh Maroko.

Alih-alih Afrika Utara atau Asia Barat, pada abad ke-17 Inggris "sibuk" melakukan kolonisasi di Benua Amerika. Dapat dikatakan bahwa motif penjajahan Inggris beroperasi di wilayah berjulukan Hindia Barat itu. Untuk mewujudkan dominasi, sepanjang abad ke-17 hingga ke-18, Inggris bertempur dengan Prancis dan Belanda. Hasilnya, Inggris menjadi kekuatan yang nyata di Amerika Utara.

Apalagi sejak Inggris dan Skotlandia bersatu menjadi Inggris Raya pada 1707, maka fokus pelebaran pengaruh di luar menjadi kian jelas. Selanjutnya, kuku kekuasaan Inggris Raya menancap di India. Itu setelah East India Company menaklukkan sebagian wilayah Kesultanan Mughal dalam Perang Plassey tahun 1757.

Dengan demikian, sejak era Ratu Elizabeth I, Inggris tidak lagi dapat menghindar dari kontak dengan kesultanan-kesultanan Muslim. Kolonisasi di Amerika mendatangkan emas dan perak yang amat melimpah ke sirkulasi ekonomi di Asia dan Eropa.

Tanpa memandang agama, semua pedagang tentunya ingin ikut untung dalam peningkatan likuiditas itu. Tambahan pula, lantaran konfrontasinya dengan negeri-negeri Katolik, utamanya Spanyol, Inggris pada akhirnya terbiasa bergaul dengan orang-orang di luar iman Kristiani.

Pada masa itu, cukup banyak ekspatriat Inggris yang bermukim di Aljazair, Persia, India, dan bahkan Jepang. Sebaliknya, utusan dari negeri-negeri asing--termasuk sejumlah negeri kesultanan Muslim--mulai mengunjungi London untuk pertama kalinya. Mereka hadir di sana untuk beragam kepentingan, utamanya urusan budaya, politik, maupun bisnis-ekonomi.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement